KeuanganNegara.id- Ekonom menilai penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) bukan jaminan bagi pertumbuhan kredit, meskipun secara teori, penurunan suku bunga acuan akan ditransmisikan ke penurunan bunga simpanan dan kredit demi mengerek pertumbuhan kredit.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam meramalkan pertumbuhan kredit hanya mencapai rentang 10 persen-11 persen sepanjang 2019. Prediksi ini sedikit lebih rendah ketimbang target BI sebesar 10 persen -12 persen. Hal itu berbeda dari perkiraan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang optimistis kredit bisa tumbuh 11 persen-13 persen.
Dia mengatakan pertumbuhan kredit dipengaruhi dari sisi supply (penawaran) dan demand (permintaan), dimana masing-masing faktor itu memiliki kendala. Dari sisi suplai, bank Bank Umum Kategori Usaha (BUKU) I,II, dan III mengalami tekanan likuiditas, berbeda dengan bank BUKU IV yang cenderung lebih longgar. Akibatnya, mereka tidak bisa memacu penyaluran kredit.
Dari sisi permintaan, ia menyebut terdapat perlambatan. Dengan demikian, meskipun bank BUKU IV memiliki likuiditas lebih longgar namun permintaan kredit lesu.
“Permintaan kredit melambat karena pertumbuhan ekonomi kita juga melambat,” katanya, Selasa (30/7).
Fakta bahwa penurunan suku bunga acuan tak serta merta mengerek kredit terjadi pada periode 2016-2017. Tepatnya, usai bank sentral mengubah kebijakan suku bunga dari BI rate menjadi BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRRR) pada 19 Agustus 2016.
Selanjutnya, bank sentral terus mengerek BI 7 DRRR bahkan mencapai 4,25 persen pada 2017. Namun, pelonggaran ini tak diiringi dengan pertumbuhan kredit yang tercatat hanya 8,1 persen pada 2017. Angka ini turun dari tahun 2016 sebesar 9 persen.
“Menariknya pada periode yang sama pertumbuhan kredit justru turun bahkan mencapai tingkat terendah hanya 8 persen secara tahunan,” katanya.
Ia menilai BI sebaiknya mengimbangi penurunan suku bunga dengan memperbaiki kondisi likuiditas perbankan, utamanya bank BUKU I,II, dan III.
Sebetulnya, bank sentral telah berupaya melonggarkan likuiditas perbankan dengan menurunkan batas pencadangan kas di bank umum dan syariah yang disimpan di BI atau Giro Wajib Minimum (GWM). Ia berharap kebijakan itu benar-benar memberikan stimulus kepada penyaluran kredit bank. (cnn)
Discussion about this post