KeuanganNegara.id- Kementerian Keuangan mensinyalir iuran yang tidak sesuai (underpriced) dan adverse selection (seleksi risiko) di kalangan peserta mandiri menjadi penyebab utama defisit BPJS Kesehatan. Para peserta mandiri ini juga yang menjadi pemicu BPJS Kesehatan menaikkan iuran.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti menyebut banyak peserta mandiri yang hanya mendaftar pada saat sakit dan membutuhkan layanan kesehatan berbiaya mahal. Namun, setelah sembuh, mereka tidak disiplin membayar, bahkan berhenti membayar.
Ia mencontohkan pada tahun anggaran 2018, tingkat keaktifan peserta mandiri hanya 53,7 persen. Artinya, 46,3 persen dari peserta tidak disiplin membayar iuran atawa menunggak. Sejak 2016-2018, besar tunggakan peserta mandiri ini mencapai Rp15 triliun.
“Pemerintah menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan usulan untuk mendisiplinkan peserta yang menunggak iurannya, khususnya peserta mandiri,” jelas Nufransa, dikutip dari setkab.id, Selasa (10/9).
Sepanjang tahun lalu, total iuran dari peserta mandiri sebesar Rp8,9 triliun. Namun, total klaimnya mencapai Rp27,9 triliun. Dengan kata lain, rasio klaim peserta mandiri sebesar 313 persen.
“Seharusnya, kenaikan iuran peserta mandiri lebih dari 300 persen,” tegas dia.
Faktanya, kenaikan untuk kelas 1 dan 2 sebesar 100 persen. Sementara, untuk kelas 3, usulan kenaikannya cuma 65 persen, yaitu dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per bulan.
Kenaikan peserta mandiri kelas 3 menjadi sebesar Rp42 ribu itu sama dengan iuran bagi orang miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah. Bahkan, bagi peserta mandiri kelas 3 yang tidak mampu dapat dimasukkan ke dalam Basis Data Terpadu Kementerian Sosial
“Sehingga, berhak untuk masuk sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah,” imbuh Nufransa.
Adapun, besaran iuran BPJS kelas 1 dan 2 yang diusulkan pemerintah akan berlaku mulai Januari 2020 mendatang, yaitu kelas 1 menjadi Rp160 ribu per bulan dari sebelumnya Rp80 ribu, dan kelas 2 menjadi Rp110 ribu per bulan dari sebelumnya Rp51 ribu.
Menurut dia, kenaikan iuran telah mempertimbangkan tiga hal utama, yaitu kemampuan peserta dalam membayar, upaya perbaikan keseluruhan sistem JKN agar efisien, serta gotong royong dengan peserta pada segmen lain.
“Pemerintah sangat memperhitungkan agar kenaikan iuran tidak sampai memberatkan masyarakat dengan berlebihan,” tandasnya.
Discussion about this post