KeuanganNegara.id– Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) meminta pemerintah membuka laporan keuangan seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Permintaan mereka sampaikan karena informasi soal laporan keuangan BUMN saat ini cukup minim.
Peneliti Visi Integritas Danang Widoyoko mengatakan informasi yang kurang tersebut menjadi celah korupsi di perusahaan pelat merah. Pasalnya, selama ini laporan keuangan yang bisa dilihat masyarakat secara mudah hanya milik BUMN yang melantai di bursa atau menerbitkan obligasi.
Laporan tersebut juga belum mencerminkan kondisi pengelolaan BUMN secara menyeluruh. Ia mengatakan publik berhak tahu laporan keuangan BUMN.
Pasalnya, ada modal negara di dalamnya. “Jadi, sekarang kinerja BUMN secara keseluruhan ini gelap gulita, dan biasanya tindakan korupsi ini terjadi di ruang gelap,” jelas Danang, Rabu (7/8).
Memang, selama ini pengawasan terhadap kinerja BUMN baru sebatas melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hanya saja, BPK tidak mengaudit seluruh BUMN lantaran BPK hanya melakukan pemeriksaan khusus terhadap pendapatan, belanja, dan investasi di BUMN.Padahal, peran BUMN sebagai perusahaan negara disebutnya sarat dengan kepentingan politik. Kepentingan politik tersebut, ia contohkan bisa dilihat dari jabatan komisaris BUMN yang selama ini sering diduduki oleh pihak-pihak yang berasal dari partai politik.
Tak berhenti sampai situ, proses seleksi direksi BUMN pun disebutnya terkesan cukup rahasia. Proses bisnis yang serba tertutup, lanjut dia, hanya membuat spekulasi negatif di publik.
Spekulasi ini pun bisa jadi liar ditambah dengan laporan keuangan yang terkesan disembunyikan. “Tentu publik juga bertanya-tanya, kenapa proses bisnis BUMN ini sangat tertutup sekali,” jelas dia.
Sementara itu, Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan keterbukaan BUMN sangat penting agar masyarakat benar-benar bisa ikut mengawasi kinerja BUMN. Apalagi, BUMN ini erat kaitannya dengan pendapatan dan pengeluaran yang tercantum di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut dia, BPK telah menemukan kasus Sistem Pengendalian Intern (SPI) BUMN sebanyak 1.138 kasus sepanjang 2016 hingga 2018. Temuan itu terdiri atas inefisiensi, kekurangan penerimaan, potensi kerugian, hingga kerugian negara yang sebagian berujung pada tindak pidana korupsi.
Jika sebagian BUMN yang diperiksa saja sudah memiliki banyak kasus, ia khawatir justru celah korupsi malah terjadi di BUMN yang selama ini tidak pernah dijangkau oleh BPK.
“Cakupan dan kedalaman audit BPK ini tidak begitu komprehensif, sementara oversight external ini tidak ada. Tapi di sisi lain publik juga perlu tahu, apakah mekanisme pengawasan internal di BUMN ini bekerja atau tidak,” jelas dia.
Kasus korupsi di sejumlah BUMN belakangan ini banyak terkuak. Kasus teranyar terjadi pada Angkasa Pura II.
Pekan lalu Direktur Keuangan Angkasa Pura II Andra Y. Agussalam ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ia kemudian ditetapkan jadi tersangka oleh komisi tersebut karena diduga telah menerima suap dalam pengadaan Baggage Handling System (BHS) di PT Angkasa Pura Propertindo. Sebelum Andra, kasus korupsi juga mewarnai pelaksanaan proyek PLTU Riau I.
Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan Sofyan Basir yang saat itu menjadi direktur utama PLN menjadi tersangka karena diduga telah menerima suap agar proyek tersebut bisa didapatkan oleh Blackgold Natural Resources Ltd. (cnn)
Discussion about this post