[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Para pengemudi ojek online (ojol) di wilayah Jabodetabek meminta pemerintah kembali menaikkan tarif ojek online. Kenaikan tarif yang diusulkan sebesar 25 persen.
Lalu, apa yang melatarbelakangi dan fakta dari usulan kenaikan tersebut? Berikut rangkumannya:
Iuran BPJS Kesehatan Naik Jadi Alasan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, mengatakan bahwa kenaikan tarif tersebut atas permintaan para pengemudi ojol.
Mereka beralasan, kenaikan ini untuk menyesuaikan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan iuran BPJS Kesehatan.
“Tapi mungkin yang naik hanya di Jabodetabek. Kalau yang lain masih bisa dengan tarif sekarang,” kata Budi Setiyadi di Kantor Kemenhub, Jakarta.
Sementara pengemudi ojol di luar wilayah Jabodetabek menilai tarif yang diatur pemerintah saat ini masih sesuai. Beberapa daerah di luar Jabodetabek seperti di Jawa Tengah dan Lampung meyakini tarif saat ini masih baik.
Tanggapan Gojek dan Grab soal Usul Tarif Naik
Senior Manager Corporation Affairs Gojek, Teuku Parvianda mengatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Kementerian Perhubungan terkait masalah ini. Menurut dia, pada prinsipnya Gojek mematuhi pedoman biaya jasa yang ditetapkan pemerintah.
“Kami berharap kebijakan yang lahir mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, baik mitra driver, pelanggan dan keberlangsungan bisnis,” katanya.
Sementara itu, Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno, mengatakan bahwa pihaknya telah mendengar wacana tersebut dan memahami ada faktor-faktor baru yang menjadi pertimbangan kebijakan pemerintah terkait regulasi ojek online.
Grab percaya pemerintah mengerti mengenai berbagai variabel tersebut. Katanya, masukan yang ada bakal menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan terbaik bagi semua aktor yang terlibat di dalam ekosistem bisnis transportasi online ini, termasuk menjaga keseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan.
“Grab senantiasa menghormati setiap aturan yang berlaku. Kami harap kebijakan pemerintah ke depannya dapat tetap memberikan dampak positif kepada seluruh pemangku kepentingan baik itu mitra pengemudi maupun pelanggan di Indonesia,” jelasnya.
Maxim Tolak Usul Kenaikan Tarif
Aplikator ojek online pendatang baru, Maxim, ikut bersuara. Perusahaan asal Rusia yang mulai beroperasi di Indonesia pada pertengahan tahun lalu ini menyatakan keberatan dengan usulan kenaikan tarif tersebut.
“Iya betul (Maxim keberatan),” kata Public Relations Specialist Maxim, Havara Evidanika Zahri Firdaus.
Tarif yang diberlakukan Maxim memang jauh lebih murah dibandingkan kompetitornya, Gojek dan Grab Indonesia. Sebagai pemula, perusahaan masih menebar promo agar dapat menarik konsumen dari aplikator pesaing.
Oleh karena itu, Havara menegaskan, perusahaan masih konsisten dengan menerapkan tarif ojek online yang kompetitif untuk konsumen di setiap daerah.
Maxim berharap, keputusan tarif ojol nantinya (naik atau turun) mempertimbangkan berbagai aspek, terutama dari sisi kemampuan konsumen.
Kenaikan Diminta Bertahap
Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono membenarkan bahwa Garda meminta adanya kenaikan tarif ojol. Permintaan tersebut merupakan tindak lanjut dari usulan kenaikan tarif tahun lalu. Menurut Igun, usulan kenaikan tarif tahun lalu belum sepenuhnya dikabulkan pemerintah.
“Jadi tahun lalu kan kami minta tarif yang di Jabodetabek ya, itu Rp 2.400 per km. Tapi kan di peraturannya yang ditetapkan Rp 2.000 per km. Nah ini setelah 7 bulan ini belum ada tindak lanjut,” ungkap Igun.
Garda pun meminta adanya kenaikan tarif kembali. Namun sistem yang diminta Garda berbeda. Igun mengatakan, pihaknya ingin agar kenaikan tarif dilakukan secara gradual alias berkala.
Pada tahap pertama, Igun mengatakan, Garda meminta kenaikan 10 persen dari tarif yang sudah ditetapkan pemerintah yaitu dari Rp 2.000 menjadi Rp 2.200. Paling tidak kenaikan ini berlaku selama 3 bulan.
Setelah tiga bulan, tarif bisa dinaikkan kembali menjadi Rp 2.400 per km. Menurut Igun, permintaan kenaikan tarif ojek online ini sangat beralasan. Beberapa kebutuhan pokok saat ini mengalami kenaikan.
Tak hanya itu, biaya iuran BPJS Kesehatan juga naik 100 persen. Artinya, beban para driver juga meningkat. Bahkan jika bicara soal keadilan, Upah Minimum Regional (UMR) juga meningkat. Sehingga tak salah jika driver ojol juga berharap pendapatan mereka naik.
Namun Igun juga meminta pemerintah untuk berlaku adil antara ojek online dan taksi online. Jika pemerintah menyetujui kenaikan tarif ojek online, maka tarif taksi online juga harus ikut naik.
Sebab jika tarif ojol dipatok Rp 2.400 per km, artinya besaran tarif ini tak berbeda jauh dengan tarif taksi online. Igun khawatir ekosistem ojol dan taksi online justru jadi terganggu.
Dibahas Lagi Pekan Depan
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, usulan kenaikan itu pertama kali disampaikan oleh para pengemudi ojek online beberapa waktu lalu. Karena itu, pihaknya bakal membahas lebih lanjut rencana tersebut pekan depan.
“(Ketetapan) besaran kenaikan tarifnya dibahas lagi minggu depan,” kata Budi.
Kata Budi, para pengemudi mengusulkan kenaikan tarif ojek online per kilometernya karena iuran BPJS kesehatan juga naik mulai awal tahun ini. Di sisi lain, Upah Minimum Regional (UMR) juga naik.
Dia menegaskan, regulator hanya mengkaji kenaikan tarif ojol di wilayah Jabodetabek yang masuk zonasi II. Pada zona ini, tarif batas bawah besaran Rp 2.000 per km. Sementara batas atas Rp 2.500 per km. (msn)
Discussion about this post