[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menilai Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate di level 3,75 persen.
Hal tersebut guna menjaga stabilitas sektor keuangan di tengah banyaknya ketidakpastian. “Dengan banyak ketidakpastian yang ada, kami berpandangan bahwa BI harus menahan suku bunga acuan pada 3,75 persen bulan ini, dengan tetap menjaga kebijakan makroprudensial untuk mengelola stabilitas sektor keuangan,” ungkap Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam rilis analisis makroekonomi RDG BI edisi Januari 2021 yang dikutip Rabu, 20 Januari 2021.
Teuku menilai bahwa topik utama di 2020 berfokus pada permintaan agregat dan daya beli masyarakat yang sangat lemah. Hal ini merupakan fenomena global imbas meluasnya dampak pandemi covid-19 karena menyebabkan guncangan yang sangat besar hampir di semua negara di dunia.
Namun, di saat negara-negara di dunia cukup berhasil dalam mengatur fokus mereka dan mencoba mengatasi masalah kesehatan dengan tepat, Indonesia justru terlihat masih berjuang untuk menangani situasi tersebut. “Menjelang akhir 2020, tanda-tanda pemulihan yang penting belum terlihat di Indonesia,” tuturnya.
Terlepas dari itu, berbagai rentetan kejadian telah terjadi dalam kondisi perekonomian Indonesia. Dengan menguraikan komponen Neraca Pembayaran Indonesia, neraca keuangan, hasil pemilu Amerika Serikat (AS), dan peluncuran vaksin pada pertengahan November lalu memicu sentimen positif bagi investor.
“Alhasil, melimpahkan likuiditas dalam pasar negara berkembang dan menyebabkan terjadinya apresiasi mata uang negara berkembang terhadap dolar AS dengan cepat,” tutur dia.
Dari sisi neraca transaksi berjalan, perdagangan luar negeri Indonesia juga menunjukkan tanda yang cukup baik. Di sisi lain, perkembangan kondisi kesehatan publik yang suram terus terjadi. Kasus harian covid-19 tertinggi dari sebelumnya mendorong pemerintah untuk kembali menerapkan tindakan pembatasan sosial sebagai akibat dari kelebihan kapasitas fasilitas kesehatan publik.
“Selanjutnya, eskalasi dalam sektor keuangan dan sektor riil masih belum ada kejelasan karena sangat bergantung pada situasi pandemi yang sedang berlangsung,” urai Teuku.
Dari sisi ketersediaan likuiditas, sistem perbankan domestik mengalami kesulitan untuk menyalurkan ke penggunaan yang lebih produktif. “Permasalahan terhambatnya kredit saat ini berasal dari sisi permintaan dikarenakan terhentinya sektor riil akibat pandemi yang berkepanjangan,” tutup dia. (msn)
Discussion about this post