[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan dalam pengelolaan investasi Asuransi Jiwasraya dari 2010-2019.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyebut, penyimpangan investasi tersebut melibatkan internal Jiwasraya pada tingkat direksi, general manager hingga pihak di luar perusahaan.
Adapun penyimpangan tersebut berupa investasi Jiwasraya pada saham-saham yang berkualitas rendah yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan.
“Analisis pembelian dan penjualan saham diduga dilakukan secara perkiraan dan tidak didasarkan atas data yang valid dan obyektif,” kata Agung di Jakarta.
Selain itu, Jiwasraya melakukan aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized gross, yang diduga sebagai praktik window dressing. Modusnya, saham yang overprice, dibeli oleh Jiwasraya kemudian dijual pada harga negosiasi atau di atas perolehan kepada manajer investasi lalu dibeli kembali oleh perusahaan.
“Jual beli ini dilakukan dengan pihak tertentu secara negosiasi agar bisa memperoleh harga tertentu yang diinginkan, kepemilikan atas saham tertentu melebihi batas maksimal yaitu di atas 2,5%,” tambahnya.
Mereka juga berinvestasi secara langsung pada saham-saham yang tidak liquid dengan harga yang tidak wajar, yang diduga dilakukan manajemen Jiwasraya bersama manajer investasi. Kedua pihak tersebut menyembunyikan beberapa reksadana dengan underlying saham.
“Pihak yang diajak bertransaksi saham oleh manajemen Jiwasraya terkait transaksi ini adalah grup yang sama, sehingga diduga ada dana perusahaan dikeluarkan melalui grup tersebut,” tambahnya.
Dengan demikian, ada indikasi jual beli saham dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi harga jual beli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya. Saham-saham yang diperjualbelikan tersebut adalah saham-saham yang berkualitas rendah dan pada akhirnya mengalami penurunan nilai dan tidak likuid.
Saham-saham tersebut antara lain adalah BJBR, SMBR, PPRO. Dari situ, ada indikasi kerugian sementara akibat transaksi tersebut diperkirakan sekitar Rp 4 triliun.
Selain saham, penyimpangan juga terjadi pada investasi reksadana Jiwasraya. Posisi per 30 Juni 2018, Jiwasraya memiliki sekitar 28 produk reksadana, di mana sebanyak 20 produk reksadana di atas 90%. Reksadana tersebut sebagian besar dengan underlying saham berkualitas rendah dan tidak likuid.
Tidak hanya itu, bahkan analisis manajer investasi dari Jiwasraya dalam rencana subscription reksadana tidak dilakukan secara memadai dan diduga dibuat secara perkiraan agar manajer investasi terlihat seolah-olah memiliki kinerja yang baik sehingga dapat dipilih oleh Jiwasraya untuk menempatkan investasi.
“Investasi reksadana memiliki underlying saham-saham dan MTN berkualitas rendah, dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi,” tambahnya.
Di antara saham-saham dan MTN tersebut adalah merupakan arahan dari Jiwasraya yang seharusnya tidak dilakukan oleh Jiwasraya selaku investor. Jual beli saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dan diduga dilakukan dengan merekayasa harga, sehingga harga jual beli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya.
Saham yang diperjualbelikan adalah saham-saham yang berkualitas rendah dan pada akhirnya mengalami penurunan nilai dan tidak likuid, yang merugikan Jiwasraya. Saham-saham tersebut antara lain adalah IIKP, SMRU, SMBR, BJBR, PPRO, TRAM, MYRX, dan lain-lain. Indikasi kerugian sementara akibat penurunan nilai saham pada reksadana ini diperkirakan sekitar Rp 6,4 triliun. (msn)
Discussion about this post