[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Nilai tukar rupiah terus mengalami penguatan setelah jatuh di jurang terdalam pada saat awal munculnya pandemi covid-19 di Indonesia. Puncaknya terjadi pada 23 Maret 2020 ketika mata uang Garuda tersebut terjerembab hingga menyentuh level Rp16.575 per USD.
“Pada saat itu rupiah melemah sangat tinggi karena adanya kepanikan pasar keuangan global, bahkan pernah mencapai Rp16.575 per USD,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR secara virtual, Selasa, 9 Februari 2021.
Namun kondisi tersebut berangsur membaik berkat sejumlah langkah-langkah yang dilakukan bank sentral bersama dengan pemerintah. Walhasil, nilai tukar rupiah saat ini bergerak stabili di kisaran Rp14 ribu per USD.
Menurut Perry, secara fundamental rupiah masih undervalued. Artinya, masih ada potensi untuk menguat karena didorong defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah, daya tarik atau imbal hasil, perbedaan suku bunga yang menarik, serta premi risiko yang mengalami penurunan.
Hal tersebut juga didukung oleh Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang tercatat surplus, secara keseluruhan tahun lalu NPI juga mencatat surplus. Perry memperkirakan neraca perdagangan pada kuartal IV-2020 terjadi surplus USD8,3 miliar, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya.
Perkiraan terus menguatnya nilai tukar rupiah juga didukung oleh aliran modal asing yang terus masuk ke pasar keuangan domestik. Berdasarkan prakiraan Bank Indonesia, aliran portofolio modal asing (tidak termasuk Penanaman Modal Asing) ke Indonesia pada 2021 ini mengalir deras hingga mencapai USD19,6 miliar atau setara Rp274,4 triliun (kurs Rp14 ribu per USD).
“Kami perkirakan aliran modal investasi portofolio ke Indonesia, tidak termasuk PMA dan juga yang lain, diperkirakan akan ada USD19,6 miliar setelah tahun lalu aliran modal masuk portofolio USD9,45 miliar,” jelas Perry.
Secara keseluruhan, sebutnya, defisit transaksi berjalan sepanjang tahun 2020 diproyeksi sebesar 0,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk 2021 ini, BI meramal defisit transaksi berjalan berada di kisaran satu persen sampai dua persen dengan titik tengah sebesar 1,5 persen PDB.
“Secara keseluruhan kami masih melihat bahwa neraca pembayaran akan surplus dan akan mendukung dari stabilitas nilai tukar. Cadangan devisa kita di akhir Januari kemarin tinggi USD138 miliar, ini menurut catatan kami termasuk salah satu yang tertinggi selama Indonesia mempunyai cadangan devisa,” pungkas Perry.(msn)
Discussion about this post