[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Presiden Joko Widodo geram. Subsidi pupuk yang puluhan tahun digelontorkan dari anggaran negara dianggapnya sia-sia. Mungkinkah program subsidi pupuk akan dihapus?
“Kita beri pupuk, ‘kembaliannya’ ke kita apa? Apakah produksi melompat naik? Rp 33 triliun, saya tanya ‘kembaliannya’ apa?” kata Jokowi dalam Rakernas Pembangunan Pertanian Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, di Jakarta.
Presiden mengatakan, ketersediaan pupuk dan bibit unggul penting untuk memajukan pertanian. Namun jika itu dilakukan sebatas rutinitas, tanpa inovasi, maka pertanian nasional tidak mampu bersaing.
“Tolong dievaluasi, ini ada yang salah. Saya sudah berkali-kali minta ini,” kata Presiden.
Sementara itu, Kementerian Pertanian telah mengalokasikan 9 juta ton pupuk bersubsidi pada tahun 2021. Selain pupuk padat, masih ada 1,5 juta liter pupuk organik cair guna memenuhi kebutuhan petani.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2020 yang sebesar 8,9 juta ton. “Semoga lebih banyak petani yang bisa memperoleh pupuk bersubsidi,” kata Syahrul di Jakarta, Kamis (7/1) lalu.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang telah bergabung dalam kelompok tani yang menyusun Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).
Karena itu, SYL menginstuksikan jajarannya untuk membenahi distribusi di hilir subsidi pupuk. “Tahun 2021 ini kami benar-benar awasi terutama di lini tiga dan empat atau dari distributor ke agen, di kecamatan dan desa,” ujarnya.
Bagaimanapun, Direktur Pupuk dan Pestisida, Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta mengakui bahwa program pupuk subsidi belum bisa menjangkau semua petani.
“Kalau dilihat dari pengajuan daerah, total kebutuhan pupuk di Indonesia mencapai 23 juta ton per tahun. Tentu tidak mungkin semua bisa dipenuhi dengan anggaran terbatas,” ujarnya.
Dalam sistem eRDKK, penerima pupuk bersubsidi adalah petani sektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, dan peternakan dengan luas lahan maksimal 2 hektare.
Pada 2017, pupuk mendapat alokasi subsidi nonmigas terbesar di Indonesia. Simak Databoks berikut:
Mungkinkah Subsidi Pupuk Dihapus?
Dosen Fakultas Pertanian IPB Harianto sepakat dengan Jokowi. Pemberian subsidi pupuk bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan produktivitas petani.
“Jika tujuan kebijakannya untuk meningkatkan produktivitas, maka anggaran untuk perbaikan teknologi budidaya yang perlu ditingkatkan,” ujar Harianto.
Hanya, pengembangan teknologi Pertanian merupakan investasi jangka Panjang. Sementara subsidi pupuk telah berjalan puluhan tahun, ia tidak menyarankan pemerintah untuk seketika menghentikannya.
Sebab, petani juga perlu adaptasi. “Menggeser subsidi pupuk juga perlu upaya jangka panjang (bertahap), sehingga petani juga mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian,” kata Harianto.
Penghentian subsidi pupuk dalam jangka pendek menurutnya dapat menurunkan produktivitas petani. Hal senada diungkapkan oleh Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir.
Ia menilai, penyaluran pupuk bersubsidi masih diperlukan oleh petani kecil. Sebab, selain petani bisa mengakses pupuk yang lebih terjangkau, program pupuk subsidi juga memberikan jaminan stabilitas harga.
Apalagi, pupuk bukan satu-satunya komponen pengeluaran petani. Masih ada upah buruh, bibit, belum lagi biaya sewa tanah bagi petani penggarap. “Kalau tidak ada subsidi, harga pupuk mahal. Petani akan mengurangi dosis pupuk dan ujung-ujungnya produktivitas kita turun,” kata Winarno.
Jika melihat produktivitas, Winarno mengakui bahwa produktivitas beras nasional masih rendah, yakni sekitar 5,12 ton per hektare pada 2020. Khusus di Pulau Jawa, produktivitas bisa mencapai 9-11 ton per hektare, namun di luar Jawa hanya berkisar 3-4 ton per hektare.
“Pemerintah juga harus mendukung penggunaan bibit unggul yang bisa adaptasi dengan kondisi lahan, misalnya daerah Kalimantan yang asamnya tinggi, harus disesuaikan dengan bioteknologi,” katanya.
Jangankan penghapusan subsidi, harga pupuk naik pun sudah dianggap memberatkan petani. Kenaikan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi itu berlaku mulai 1 Januari 2021.
“Kenaikan harga HET pupuk bersubsidi menyebabkan peningkatan biaya produksi,” kata Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Evita Nursanty.
Berdasarkan Permentan 49/2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021, pupuk bersubsidi rata rata naik Rp 300-450 per kilogram.
Pupuk Urea misalnya naik dari Rp 1.800 per kilogram menjadi Rp 2.250 per kilogram. Sementara, Pupuk SP36 naik dari Rp 2.000 menjadi Rp 2.400, ZA naik dari Rp 1.400 menjadi Rp 1.700, dan Pupuk Organik Granul naik dari Rp 500 menjadi Rp 800 per kilogram. Hanya harga Pupuk NPK yang tetap Rp 2.300 per kilogram.
Masalah Distribusi Pupuk
Pemerintah telah berupaya menyalurkan pupuk bersubsidi melalui distribusi tertutup dengan Kartu Tani yang tercatat dalam e-RDKK. Namun, penyelewengan masih saja terjadi.
Polres Indramayu, Jawa Barat misalnya, menangkap dua pelaku penyelundupan pupuk jenis NPK bersubsidi. “Pupuk bersubsidi ini sesuai surat jalan seharusnya tidak diedarkan di wilayah Indramayu,” kata Kapolres Indramayu AKBP Hafidh Susilo Herlambang, di Indramayu, Selasa (12/1).
Ada dua tersangka yang ditangkap, yaitu SJR alias JJ (47), warga Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, dan BG (42), warga Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. Mereka kedapatan mengangkut 200 sak pupuk subsidi NPK masing-masing 50 kilogram secara ilegal.
Tak hanya di hilir, masalah pembayaran subsidi oleh pemerintah ke produsen pupuk rupanya tersendat. Hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade.
Selama ini, BUMN Pupuk Indonesia merupakan pelaksana program pupuk subsidi. Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pupuk subsidi, menurutnya, adalah jumlahnya yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan petani.
“Bahkan per awal 2021 ini masih Rp6 triliun utang pemerintah yang belum dibayarkan ke Pupuk Indonesia,” ujarnya. Ia menambahkan, “Jangan sampai BUMN Pupuk Indonesia ini menjadi korban alias kambing hitam akibat permasalahan pupuk subsidi.”(msn)
Discussion about this post