[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Komisi VI DPR mengusulkan opsi privatisasi untuk menyelesaikan kemelut di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Poin itu akan dibahas dalam rapat panitia kerja (panja) yang dibentuk Komisi VI terkait permasalahan perusahaan asuransi pelat merah itu.
Privatisasi sendiri bisa diartikan sebagai proses pengalihan kepemilikan dari milik umum, dalam hal ini pemerintah, menjadi milik pribadi atau swasta. Artinya, pemerintah harus melepas 100 persen atau sebagian sahamnya di Jiwasraya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR sekaligus Ketua Panja Permasalahan Asuransi Jiwasraya Aria Bima mengatakan opsi privatisasi awalnya dibicarakan saat rapat bersama manajemen Jiwasraya beberapa waktu lalu. Namun, ia bilang hal itu masih perlu dibicarakan lebih lanjut.
“Waktu itu rapat di Komisi VI, ada opsi-opsi yang pernah disampaikan. Kami dalami dulu, kalau memang privatisasi konsekuensinya apa,” ucap Aria.
Jika memang opsi privatisasi dilakukan, Aria merekomendasikan jumlah saham yang dilepas tidak lebih dari 30 persen. Dengan demikian, pemerintah masih menggenggam saham mayoritas di Jiwasraya.
“Pokoknya harus di atas 50 persen (kepemilikan pemerintah). Harus mayoritas. Kalau bisa yang dilepas hanya 10 persen sahamnya, kalau tidak cukup ya 20 persen atau 30 persen. Tapi sekecil mungkin,” terang Aria.
Ia melanjutkan penentuan persentase pelepasan saham akan ditentukan dalam panja permasalahan asuransi Jiwasraya. Hal ini juga berpotensi didiskusikan dengan lintas komisi, seperti Komisi XI yang juga membuat panja terkait Jiwasraya.
Selain privatisasi, lanjutnya, opsi penyertaan modal negara (PMN) juga terbuka untuk menyelesaikan persoalan di Jiwasraya. Menurut Aria, dana dari PMN bisa diberikan sebagai langkah restrukturisasi atau penyehatan keuangan Jiwasraya.
Ekuitas Jiwasraya tercatat negatif sebesar Rp10,24 triliun dan defisit sebesar Rp15,83 triliun pada 2018. Keuangannya semakin memburuk pada September 2019 dengan mencatat ekuitas negatif sebesar Rp23,92 triliun.”PMN diberikan untuk opsi penyehatan, kalau di panja, PMN diberikan ini sebagai akibat dari langkah restrukturisasi,” terang Aria.
Kemudian, rencana pembentukan holding asuransi juga menjadi opsi yang dibicarakan dalam panja. Aria menyatakan pihaknya bisa saja merekomendasikan menggunakan seluruh opsi sekaligus atau memadukan dua opsi.
“Misalnya ada kombinasi antara privatisasi dengan holding, atau ada privatisasi dan PMN. Bisa juga tiga-tiganya dipakai semua,” jelasnya.
Diketahui, Jiwasraya sedang mengalami tekanan likuiditas. Perusahaan menunda pembayaran klaim jatuh tempo pada Oktober 2018 sebesar Rp802 miliar.
Sementara, Kejaksaan Agung menyatakan ada dugaan korupsi di Jiwasraya. Lembaga itu telah menetapkan lima tersangka atas dugaan kasus korupsi di Jiwasraya.
Mereka adalah mantan Direktur Utama Hendrisman Rahim, mantan Kepala Investasi dan Divisi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo. Kemudian, Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral Heru Hidayat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengklaim persoalan Jiwasraya bersifat gigantik atau berskala besar. Bahkan, jika tidak terselesaikan, maka dampaknya akan sistemik.
Sejauh ini, Kejagung dan BPK terus melakukan pemeriksaan terkait dugaan korupsi di Jiwasraya. Kedua lembaga ini berjanji membeberkan hasil pemeriksaan secara berkala demi menjaga kepercayaan publik. (cnn)
Discussion about this post