[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Manajemen PT Hanson International Tbk (MYRX) mengklarifikasi audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai investasi PT Jiwasraya pada produk utang jangka pendek dan menengah alias medium term notes (MTN) dari perusahaan milik Benny Tjokrosaputro tersebut. Audit BPK menyebutkan investasi Jiwasraya pada MTN Hanson senilai Rp 680 miliar berisiko gagal bayar.
Direktur Hanson International, Adanan Tabrani, memaparkan Hanson International sudah melakukan pembelian kembali (buy back) seluruh MTN pada Desember 2015 lalu senilai Rp 680 miliar. Sehingga masalah likuiditas yang dihadapi Jiwasraya tak terkait produk investasi Hanson.
“Bukan (karena investasi di MTN Hanson). Itu sudah dilunasi, tidak macet,” kata Adanan Tabrani di Jakarta.
Adanan menjelaskan, MTN tersebut awalnya diserap oleh PT Pelita Indo Karya dan PT Royal Bahana Sakti. Kemudian kedua perusahaan tersebut menjual MTN tersebut kepada Jiwasraya sepenuhnya alias senilai Rp 680 miliar. Kemudian, Jiwasraya menjual MTN tersebut kepada PT Pacific 2000 Securities.
“Jiwasraya itu pegang MTN pada 2015, pegangnya sebentar saja. Memang tidak langsung dijual hari itu juga (saat membeli MTN), tapi dipegang sekitar 2-3 minggu,” kata Adanan.
Dia mengatakan, meski Jiwasraya hanya memegang MTN tersebut selama 2-3 minggu saja, namun Jiwasraya sudah sempat mendapatkan imbal hasil yang tingkat bunganya sebesar 12% per tahun dan terutang setiap kuartal. “Tapi saya lupa detailnya, Jiwasraya dapat bunga berapa,” katanya.
Adanan melanjutkan, saat dipegang oleh Pacific 2000 Securities, Hanson International pun mulai melakukan pembelian kembali (buy back) MTN tersebut senilai Rp 280 miliar, sehingga hanya tersisa Rp 400 miliar. MTN tersebut lalu pindah tangan ke PT Asabri (Persero) yang juga merupakan pemilik saham Hanson sebesar 5,4%.
Sejak dipegang oleh Asabri, Hanson mulai melakukan buy back secara bertahap hingga akhirnya dapat membeli kembali MTN tersebut seluruhnya pada 28 Desember 2018 lalu.
Langkah Jiwasraya membeli MTN milik Hanson ini sempat menjadi sorotan BPK. BPK membuat audit selama 2015 dan diterbitkan 2016. Dalam laporan tersebut, BPK menyorot investasi Jiwasraya di MTN Hanson berpotensi menghadapi risiko gagal bayar senilai Rp 680 miliar.
BPK menyebut, pihak Jiwasraya memborong obligasi yang diterbitkan MYRX dengan peringkat BBB dengan nilai total Rp 680 miliar namun kurang memperhatikan aspek legal atas MTN tersebut. Pasalnya, MTN tersebut tidak didaftarkan berdasarkan peraturan perundangan dari negara manapun, termasuk di dalam negeri, dan tidak dicatatkan pada bursa efek manapun.
Sehingga, berdasarkan klausul, penerbitan MTN tidak tunduk pada peraturan dan investor dianggap memiliki pengetahuan yang memadai. Sehingga sifat transkasi MTN ini adalah bussines to bussines (B to B) tanpa ada pihak ketiga yang memediasi apa bila ada sengketa.
Hanson juga membantah audit BPK mengenai aspek legal MTN tersebut. Adanan menegaskan MTN tersebut sudah didaftarkan ke Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). “Kami daftar di KSEI dan ada wali amanat juga,” kata Adanan.
Jiwasraya mendapat sorotan karena berpotensi gagal bayar dengan kondisi keuangan yang pelik. Perusahaan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk bisa memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%.
Per September 2019, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp 25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali lipatnya yaitu Rp 49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp 23,92 triliun. Dengan perkembangan ini, maka diperhitungkan kebutuhan tambahan modal Rp 32,89 triliun. Masalah keuangan ini di antaranya karena Jiwasraya melakukan investasi pada aset berisiko tinggi untuk mengejar imbal hasil tinggi, (msn)
Discussion about this post