[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id– Harga karet dengan kadar karet kering (KKK) 100 persen di Sumatra Selatan anjlok ke Rp13.892 per kilogram (Kg) pada Senin (30/3). Produksi pabrik karet pun berkurang hingga 35 persen dan diprediksi akan semakin parah pada Maret hingga April mendatang karena pandemi Covid-19.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkunan Sumsel Rudi Arpian mengatakan harga karet pada awal pekan ini merupakan yang terendah sejak awal tahun.
Berdasarkan catatan Dinas Perkebunan Sumsel, harga karet terendah pada periode Januari jatuh pada tanggal 29 di level 14.950 per Kg dan periode Februari tanggal 18 seharga Rp13.915 per Kg.
Harga karet tertinggi sejak awal tahun pernah terjadi pada 7 Januari senilai Rp17.497 per Kg, Rp15.634 per Kg pada 28 Februari dan pada 23 Maret mencapai Rp15.950 per Kg.
“Suplai karet dari petani sudah mulai berkurang kepada pabrik. Petani pun mulai khawatir pabrik tutup karena beberapa pabrik di Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Barat sudah banyak yang tutup,” ujar Rudi.
Dinas Perkebunan mencatat produksi pabrik karet mulai turun sekitar lima persen. Sementara suplai karet dari petani ke pabrik mencapai 15 persen dibandingkan Februari lalu. Dirinya berujar, agar pabrik masih bisa berproduksi Pemprov Sumsel mengimbau agar pengusaha melakukan efisiensi dan pemotongan ongkos produksi.
Rudi pun mengkhawatirkan apabila Palembang sudah mulai menerapkan karantina atau semi karantina seperti daerah lain karena akan berdampak pada penutupan pabrik karet. Yang terdampak dari penutupan pabrik yakni petani serta buruh tani dan tenaga kerja di pabrik.
“Kami imbau petani karet menyiapkan mental untuk tetap bertahan di situasi sulit ini. Pemerintah akan menyiapkan bantuan langsung baik dari Dinas Sosial melalui jaring pengaman sosial yang sudah ada disamping realokasi APBD Rp100 miliar dan APBN yang sedang disusun saat ini,” kata dia.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan Alex K Eddy mencatat terjadi penurunan produksi karet sebesar 35 persen atau sebesar 27.545 ton dari Januari dibandingkan Februari lalu.
Produksi karet 78.136 ton pada Januari, sedangkan pada Februari 50.591 ton. Namun jumlah yang diekspor pada Februari hanya sebesar 48.770 ton sementara sisanya diserap pasar lokal. Jumlah tersebut, ujar Eddy, turun hampir separuh dari rata-rata ekspor karet pada kondisi normal.
Secara tahunan, produksi juga merosot. Tercatat, produksi Januari 2019 sebesar 78.000 ton, Februari 2019 sebesar 76.800 ton, dan Maret 2019 75.000 ton.
“Ada penurunan cukup signifikan secara YoY, tapi yang pasti Januari dan Februari belum terlalu drastis. Kemungkinan Maret dan April ini akan sangat parah,” ujar Alex.
Di sisi lain, kenaikan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah pada pekan lalu cukup membantu bagi harga beli dari petani. Namun untuk ongkos produksi belum terlalu berpengaruh. Meski harga beli untuk petani naik, permintaan ekspor masih lemah dan suplai dari petani pun berkurang.
“Permintaan ekspor karet makin lemah karena Eropa dan AS sudah menetapkan situasi darurat terkait Covid-19. Itu memukul keras kegiatan ekonomi mereka yang berdampak pada industri ban. Bulan-bulan kedepan akan semakin sulit dan akan sangat berdampak bagi penyerapan karet Indonesia,” jelas dia. (cnn)
Discussion about this post