[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian berharap adanya RUU Cipta Kerja bisa mengurai kompleksitas persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, RUU Cipta Kerja dirancang untuk menjadi solusi berbagai persoalan yang menghambat transformasi ekonomi nasional seperti obesitas regulasi, rendahnya daya saing dan meningkatkan angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru.
“Jika sudah disahkan menjadi Undang-Undang dan berlaku efektif, UU Cipta Kerja diharapkan bisa memberikan kepastian dan kecepatan perizinan investasi, serta adanya kepastian hukum,” ujar Susiwijono dalam keterangan tertulis.
Adapun, dengan RUU Cipta Kerja ini diharapkan ada perbaikan yang signifikan pada struktur ekonomi nasional. Dengan begitu, diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di kisaran 5,7% hingga 6%.
Pertumbuhan ekonomi tersebut pun bisa tercapai dengan adanya penciptaan lapangan kerja sebesar 2,7 juta hingga 3 juta per tahun. Angka ini meningkat dari 2 juta per tahun.
Selanjutnya, ada peningkatan kompetensi pencari kerja dan kesejahteraan pekerja. Ada pula peningkatan produktivitas pekerja yang berdampak pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Lalu, peningkatan investasi sebesar 6,6% hingga 7% serta pemberdayaan UMKM dan Koperasi sehingga kontribusi UMKM dan koperasi pada PDB turut mengalami peningkatan.
Lebih lanjut, Susi menjelaskan, tanpa adanya pembenahan mendasar struktur ekonomi nasional melalui RUU Cipta Kerja, ada pula risiko yang mengancam ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Ancaman tersebut mulai dari lapangan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif, daya saing pencari kerja relatif rendah dibandingkan negara lain, penduduk yang tidak atau belum bekerja semakin tinggi serta Indonesia terjebak dalam middle income trap.
Susi pun mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 membuat masalah ketenagakerjaan makin kompleks. Pasalnya, ada sekitar 3,06 juta pekerja yang terdampak. Dari jumlah tersebut, ada 1,44 juta yang terkena PHK atau dirumahkan.
Berdasarkan data BPS per Februari 2020 ada sebanyak 137 juta orang angkatan kerja, dimana yang terserap lapangan kerja sebesar 131,01 juta orang. Meski begitu, 39,44 juta orang yang bekerja tersebut 39,44 juta merupakan pekerja paruh waktu dan setengah menganggur.
“Artinya, jumlah pengangguran dan angkatan kerja yang bukan pekerja penuh seluruhnya mencapai 46,32 juta,” kata Susiwijono.
Lebih lanjut Susiwijono membahas berbagai masalah yang menghambat investasi di Indonesia.
Dia menjelaskan, penghambat investasi yang bersifat padat modal adalah biaya investasi di Indonesia mahal dan kurang kompetitif, hal ini ditunjukkan melalui Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
ICOR Indonesia 2019 sebesar 6,77%, lebih buruk dari 2018 yang di posisi 6,44%. Sementara negara lainnya seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam punya ICOR di posisi ideal yakni 3%.
Selain ICOR yang tidak kompetitif, regulasi Indonesia juga terbilang rumit sehingga menjadi penghambat investasi.
Sementara penghambat investasi bersifat padat karya lantaran besarnya standar upah minimum dan pesangon di Indonesia, sementara mahalnya biaya tenaga kerja tidak diimbangi kemampuan tenaga kerja mengadopsi teknologi dalam proses produksi di perusahaan. (msn)
Discussion about this post