[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Bank Indonesia atau BI tercatat telah menginjeksi likuiditas atau melakukan quantitative easing di perbankan sebesar Rp 651,54 triliun hingga 14 Agustus 2020. Angka itu terdiri atas penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp 155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp 480,7 triliun.
“Kondisi likuiditas lebih dari cukup dan transmisi penurunan suku bunga berlanjut ditopang strategi operasi moneter Bank Indonesia,” kata Perry dalam siaran virtual Rapat Dewan Gubernur BI Rabu.
Perry menjelaskan, longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 26,24 persen pada Juni 2020 dan rendahnya suku bunga Pasar Uang Antar Bank atau PUAB, sekitar 3,64 persen pada Juli 2020.
“Longgarnya likuiditas serta penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) berkontribusi menurunkan suku bunga perbankan dan imbal hasil SBN,” ujar Perry.
Adapun rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Juli 2020 menurun dari 5,74 persen dan 9,48 persen pada Juni 2020 menjadi 5,63 persen dan 9,47 persen. Sementara itu, imbal hasil SBN 10 tahun turun 38 bps pada Juli 2020 dari level Juni 2020 sehingga tercatat 6,83 persen.
Di tengah suku bunga yang menurun, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Juni 2020 melambat menjadi 8,2 persen(yoy) dan 8,2 persen(yoy) dipengaruhi ekonomi yang belum kuat.
Perry berharap, ekspansi moneter Bank Indonesia yang sementara ini masih tertahan di perbankan di masa depan akan dapat lebih efektif mendorong pemulihan ekonomi nasional. Hal ini sejalan percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18-19 Agustus 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di 4 persen, suku bunga Deposit Facility di 3,25 persen, dan suku bunga Lending Facility di 4,75 persen.(msn)
Discussion about this post