Keuangan Negara
  • Hot News
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • BUMN & BUMD
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • E-commerce
    • Finansial
  • Hukum
    • Daftar
    • Pemeriksaan
    • Pengadilan
  • Investasi
  • Dasar Pengetahuan
No Result
View All Result
  • Hot News
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • BUMN & BUMD
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • E-commerce
    • Finansial
  • Hukum
    • Daftar
    • Pemeriksaan
    • Pengadilan
  • Investasi
  • Dasar Pengetahuan
  • Login
No Result
View All Result
Keuangan Negara
No Result
View All Result
Home Nasional

Maksud Terselubung AS Keluarkan RI dari Daftar Negara Berkembang

Keuangan Negara IndonesiabyKeuangan Negara Indonesia
2020-02-22
inNasional
Reading Time: 3 mins read
AA
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]

KeuanganNegara.id-Amerika Serikat (AS) lewat Kantor Perwakilan Perdagangan atau Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), mengeluarkan Indonesia dari daftar negara-negara berkembang lalu memasukannya sebagai negara maju.

Seperti dilansir dariBusiness Insider, kebijakan itu dilakukan pemerintah Donald Trump untuk mengurangi jumlah negara-negara yang selama ini dianggap mendapatkan perlakuan istimewa.

Menyandang status sebagai negara berkembang memang menguntungkan dari sisi perdagangan. Ini karena barang impor dari negara berkembang yang masuk ke AS mendapatkan bea masuk yang lebih rendah ketimbang komoditas negara maju.

Aturan memberikan perlakukan istimewa dalam perdagangan bagi negara-negara berkembang ditujukan untuk membantu negara-negara tersebut keluar dari kemiskinan.

Indonesia tak sendiri. Negeri Paman Sam itu juga mengeluarkan negara-negara lain dari daftar negara berkembang. Beberapa di antaranya adalah negara anggota G20 seperti Argentina, Brazil, India, dan Afrika Selatan.

Sebagai contoh Afrika Selatan. AS mengeluarkan negara itu karena dianggap sebagai anggota G20 yang kekuatan ekonominya cukup diperhitungkan.

Namun jika diukur dari pendapatan nasional bruto per kapita, Afrika Selatan sebenarnya masih tergolong sebagai negara berkembang.

“G20 merupakan forum dominan dalam kerja sama ekonomi internasional yang menyatukan negara-negara ekonomi besar dan perwakilan dari lembaga internasional besar seperti Bank Dunia dan IMF,” tulis USTR dalam pernyataannya.

“Mengingat betapa signifikannya G20 dalam ekonomi global, dan besarnya ekonomi dari negara-negara anggotanya yang menyumbang sebagian besar dari output ekonomi global, keanggotaan G20 menunjukan bahwa suatu negara tengah dikembangkan (jadi negara maju),”kata USTR.

Dalam pertimbangan yang digunakannya, USTR mengabaikan indikator negara berkembang lainnya seperti angka kematian bayi, angka buta huruf orang dewasa, dan harapan hidup saat lahir.

Alasan inilah yang membuat Indonesia dan negara-negara berkembang di G20 lainnya dianggap AS tak lagi memenuhi syarat mendapatkan perlakuan istimewa sebagai negara berkembang.

Sebelumnya, dikutip dariKontan,Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan kebijakan AS ini akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas perdagangan negara berkembang.

“Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang akan dikurangi, ya kita tidak khawatir itu,” kata Airlangga di kantornya.

Setali tiga uang, ekspor barang-barang Indonesia bakal kena tarif tinggi daripada negara berkembang lainnya. Sebagai contoh, pajak-pajak impor yang diatur AS atas barang Indonesia bakal lebih tinggi, termasuk bea masuk.

“Tapi belum tentu, kami tidak khawatir,” ujar Airlangga.

Dalam kebijakan baru AS yang telah berlaku sejak 10 Februari 2020 tersebut, Indonesia dikeluarkan dari daftar Developing and Least-Developed Countries sehingga Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Sebagai akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.

Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Dampaknya memang kebijakan ini cenderung buat perdagangan Indonesia buntung. Padahal selama ini Indonesia surplus dari AS.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar 1,01 miliar dollar AS, angka ini tumbuh bila dibanding surplus periode sama tahun lalu yakni 804 juta dollar AS.

Data tersebut juga menyebutkan AS menjadi negara terbesar kedua pangsa ekspor non-migas Indonesia sebesar 1,62 miliar dollar AS pada Januari 2020.(msn)

Previous Post

Laba Perum Jamkrindo 2019 Tumbuh 51% Jadi Rp 765,71 M

Next Post

Erick Thohir Tak Mau “Asal-asalan” Beri Bonus ke Bos BUMN

Keuangan Negara Indonesia

Keuangan Negara Indonesia

Keuangan Negara provides the latest economic, business, e-commerce, start-up, stock market, financial and all entrepeneur news from around Indonesia.

Next Post

Erick Thohir Tak Mau “Asal-asalan” Beri Bonus ke Bos BUMN

Discussion about this post

Stay Connected

  • Trending
  • Comments
  • Latest

Gaji Terusan

2018-04-26

Siklus Anggaran

2018-04-26

Laporan Operasional

2018-04-26

Menu-menu pada Aplikasi OM-SPAN

2018-04-26

Kenapa Anda Baru Ribut Soal Utang Indonesia Sekarang? 42 Tahun Anda Kemana?

0

Jokowi Targetkan Kemudahan Berbisnis 40 Besar Dunia Tahun 2019

0

Presiden Jokowi: APBN-P 2017, Prioritaskan Program Yang Berdampak Langsung Bagi Masyarakat

0

Menkeu: Capai Target Sekaligus Jaga Iklim Bisnis

0

Kemenkeu Sebut Program Tapera Bisa Diikuti Peserta yang Punya Rumah

2021-06-30

Ramalan BI soal Tapering Off The Fed dan Siasat Mengantisipasinya

2021-06-30

OJK Pastikan Pinjol Legal Tidak Bisa Akses Kontak dan Galeri HP Debitur

2021-06-30

SKK Migas: Tujuh Proyek Hulu Migas Senilai Rp 21,12 Triliun Rampung

2021-06-30

Recent News

Kemenkeu Sebut Program Tapera Bisa Diikuti Peserta yang Punya Rumah

2021-06-30

Ramalan BI soal Tapering Off The Fed dan Siasat Mengantisipasinya

2021-06-30

OJK Pastikan Pinjol Legal Tidak Bisa Akses Kontak dan Galeri HP Debitur

2021-06-30

SKK Migas: Tujuh Proyek Hulu Migas Senilai Rp 21,12 Triliun Rampung

2021-06-30

Tentang Keuangan Negara

Keuangan Negara menyajikan berita terbaru keuangan negara, ekonomi, bisnis, e-commerce, start-up, finansial, dan entrepreneur yang bersumber dari berbagai situs dan narasumber resmi

Follow Us

Menjadi Penulis

Keuangan Negara membuka kesempatan kepada siapapun dengan latar belakang apapun untuk bergabung menjadi kontributor.

Bagi yang ingin bergabung menulis, kirimkan contoh artikelnya ke email [email protected]

Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi halaman berikut ini.

Telusuri Berdasarkan Kategori

  • Artikel
  • Bisnis
  • BUMN & BUMD
  • Daerah
  • Daftar
  • Dasar Pengetahuan
  • E-commerce
  • Ekonomi
  • Finansial
  • Hot News
  • Hukum
  • Internasional
  • Investasi
  • Nasional
  • Pemeriksaan
  • Pengadilan
  • Tanya & Jawab
  • Tentang Kami
  • Menjadi Penulis
  • Pedoman Media Siber
  • Hubungi Kami
  • Advertising

© 2017 Keuangan Negara

No Result
View All Result
  • Hot News
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • BUMN & BUMD
  • Ekonomi
    • Bisnis
    • E-commerce
    • Finansial
  • Hukum
    • Daftar
    • Pemeriksaan
    • Pengadilan
  • Investasi
  • Dasar Pengetahuan
  • Login

© 2017 Keuangan Negara

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In