[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Gabungan Koperasi Tempe dan Tahun Indonesia (Gakoptindo) menuturkan, operasi pasar kedelai murah yang dicanangkan bersama Kementerian Pertanian (Kementan) dan Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) tidak berjalan sesuai rencana.
Ketua Gakoptindo, Aip Syarifuddin, mengatakan pada awalnya para produsen maupun pengrajin tempe dan tahu mendapat angin segar lantaran bisa mendapatkan kedelai dengan harga Rp 8.500 per kilogram (kg). Tingkat harga itu cukup murah karena rata-rata harga saat ini di atas Rp 9.000 per kg.
“Setelah diputuskan mau operasi pasar, kita senang sekali. Namun ternyata keputusan yang diputuskan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) itu prakteknya di lapangan tidak sesuai,” kata Aip dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RPDU) bersama Komisi IV DPR.
Ia mengatakan, dari sekian belas jumlah importir kedelai, hanya dua perusahaan yang menjalan operasi pasar. Yakni PT FKS Multi Agro dan PT GCU. Adapun kuota operasi pasar yang harus dikeluarkan oleh dua perusahaan tersebut yakni sebanyak 200 ribu ton.
Wakil Ketua Gakoptindo, Sutaryo, membeberkan, terdapat masalah sejak perjanjian operasi pasar direncanakan. Seperti diketahui, pertemuan antara pengrajin dan importir dilakukan pada 5 Januari 2020 di Kantor Pusat Kementerian Pertanian. Menurut dia, seharusnya pihak yang mengumpulkan dan memfasilitasi pertemuan adalah Kementerian Perdagangan.
“Kemudian (keputusan operasi pasar) ini hanya searah keinginan pemerintah melalui Kementan. Belum diterima importir (tapi) diekspose,” kata Sutaryo.
Ia melanjutkan saat rencana operasi pasar tersebut dibahas, para perwakilan Gakoptindo berada di luar ruangan rapat. Para importir pun rapat bersama para pimpinan rapat dari Kementerian Pertanian. Namun, menurut Sutaryo, para importir justru tidak menyanggah keinginan Kementan.
Alhasil, diputuskan alokasi operasi pasar kedelai sebesar 12,5 persen dari realisasi impor tahun 2020 atau sebanyak 317 ribu ton. “Begitu rapat tanggal 5 Januari, tanggal 7 Januari diekspose sama menteri (pertanian). Saya kumpul dengan importir-importir (menanyakan) siap tidak? ternyata tidak siap. Loh kok tidak siap diekspos? ujarnya.
Pihaknya pun menyayangkan proses pembahasan operasi pasar tersebut yang dinilai kurang dibahas secara mendalam. Dampaknya, para pengrajin tahu dan tempe dari berbagai daerah telah menghubungi Gakoptindo untuk bisa mendapatkan kedelai murah. “Kita tidak bisa karena yang punya barang itu importir, ternyata begitu dialokaskan oleh Kementan, barang tidak ada,” kata dia.
Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), Yusan, mengaku dipaksa dalam penentuan harga dalam operasi pasar kedelai. Dengan kata lain, importir menjual di bawah harga pasar.
Sebelumnya, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi, menegaskan, operasi pasar kedelai dilakukan murni hasil kerja sama langsung antara Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) bersama Gabungan Koperasi Tempe Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo).
Adapun Kementerian Pertanian bersama Kementerian Perdagangan menjadi fasilitator antar kedua belah pihak. “Kita sepakat dalam 100 hari ke depan, kita akan mendistribusikan kedelai sebanyak 317 ribu ton seharga Rp 8.500 per kilogram. Cukup banyak. Ini supaya harga tidak terlalu tinggi,” kata Agung saat dihubungi Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Harga kedelai yang dijual sebesar Rp 8.500 lebih rendah dari rata-rata harga pasar sebelumnya yang tembus hingga Rp 9.500 per kg. Adapun harga normal kedelai impor yang digunakan pengrajin tempe dan tahu berkisar antara Rp 6.000 per kg-Rp 7.000 per kg. Menurutnya, harga dapat diturunkan karena mekanisme distribusi langsung dipangkas.
Menurut Agung, kedua belah pihak sudah sepakat mengenai harga baru tersebut sehingga diharapkan gerakan stabilisasi harga dalam 100 hari ke depan berjalan lancar. “Ini dilakukan di seluruh wilayah Jawa, karena yang banyak makan tahu tempe itu kan di Jawa,” ujarnya.(msn)
Discussion about this post