[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id–Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mengejar pajak perusahaan digital secara progresif di era industri 4.0. Misalnya, Netflix, Facebook, dan lainnya.
Pengejaran pajak itu, sambungnya, akan diatur dalam kebijakanomnibus lawRancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Saat ini, RUU tersebut tengah difinalisasi dan rencananya akan dikeluarkan setelahomnibus lawRUU Cipta Lapangan Kerja disampaikan ke DPR.
“Untuk digital 4.0, untuk perpajakan akan lebih progresif lagi. Di dalam omnibus, pajak perusahaan seperti Facebook, Netflix, dan lainnya kalau dia mengcapture iklan di Indonesia, maka dia jadi subjek pajak di Indonesia,” ujar Airlangga.
Airlangga mengatakanomnibus lawperpajakan akan membuat para perusahaan digital yang selama ini cenderung tidak memiliki kantor perwakilan di Indonesia akan tetap dikenakan pajak di dalam negeri. Pengenaan pajak ini berdasarkan pada aktivitas bisnis mereka yang berhasil mendapat keuntungan di dalam negeri.
“Jadi tidak perlu badan usaha itu berkedudukan atau pun punya kantor di Indonesia, tetapi begitu mereka beroperasi di Indonesia, pemerintah bisa subjek kepada pajak,” terangnya.
Kendati begitu, Airlangga belum memberi gambaran pasti kapan sekiranya RUU itu akan dibahas dan bisa selesai. Begitu pula kapan aturan ini bisa segera diterapkan. Ia hanya menekankan pemerintah akan terus mendorong lembaga legislatif agar bisa mempercepat pembahasan. Terlebih, RUU ini sudah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Di sisi lain, Airlangga mengatakan pemerintah juga akan mempercepat penerapan data center di Indonesia. Saat ini, pemerintah sejatinya sudah menerbitkan payung hukum kebijakan tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah (PP Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Pemilik MNC Group sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesudibyo mengusulkan agar pemerintah tidak hanya mengejar pajak para perusahaan digital di era industri 4.0. Lebih dari itu, menurutnya, pemerintah perlu pula mengejar pajak perusahaan penyelenggara perdagangan elektronik (e-commerce).
“Jadi bukan media saja, seperti ada Youtube, Netflix, tapi masuk ke semua sektor, e-commerce, online travel, mungkin bisa ke asuransi dengan aplikasi dari luar negeri, karena mereka bisa menarik nasabah yang membeli premi di sini,” ungkapnya.
Bahkan, ia meminta pemerintah berlaku adil dengan menarik pajak dari semua perusahaan yang memiliki aplikasi digital. Bila perusahaan tidak berkenan, Hary mengusulkan agar pemerintah bertindak tegas dengan mengeluarkan kebijakan negative list atas operasional perusahaan tersebut di Tanah Air.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi & Informatika mengatakan Netflix sudah siap membayar pajak di Indonesia, namun perusahaan itu masih bingung. Sebab, belum ada regulasi untuk memungut pajak perusahaan dari luar negeri yang beroperasi di Indonesia.
“Saya sudah ketemu, dia [Netflix] mau bayar pajak, tapi bayar pajaknya ke mana? Belum ada aturannya. Yang menerima pajak siapa? Nanti ditangkap KPK,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Samuel Abrijani.
Semuel mengatakan Netflix belum memiliki NPWP karena tidak memiliki kantor di Indonesia, Netflix masih berdomisili di luar negeri. Oleh karena itu, ia mengatakan pemerintah sedang mencari cara untuk menarik pajak dari Netflix. (cnn)
[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id–Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan mengejar pajak perusahaan digital secara progresif di era industri 4.0. Misalnya, Netflix, Facebook, dan lainnya.
Pengejaran pajak itu, sambungnya, akan diatur dalam kebijakanomnibus lawRancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Saat ini, RUU tersebut tengah difinalisasi dan rencananya akan dikeluarkan setelahomnibus lawRUU Cipta Lapangan Kerja disampaikan ke DPR.
“Untuk digital 4.0, untuk perpajakan akan lebih progresif lagi. Di dalam omnibus, pajak perusahaan seperti Facebook, Netflix, dan lainnya kalau dia mengcapture iklan di Indonesia, maka dia jadi subjek pajak di Indonesia,” ujar Airlangga.
Airlangga mengatakanomnibus lawperpajakan akan membuat para perusahaan digital yang selama ini cenderung tidak memiliki kantor perwakilan di Indonesia akan tetap dikenakan pajak di dalam negeri. Pengenaan pajak ini berdasarkan pada aktivitas bisnis mereka yang berhasil mendapat keuntungan di dalam negeri.
“Jadi tidak perlu badan usaha itu berkedudukan atau pun punya kantor di Indonesia, tetapi begitu mereka beroperasi di Indonesia, pemerintah bisa subjek kepada pajak,” terangnya.
Kendati begitu, Airlangga belum memberi gambaran pasti kapan sekiranya RUU itu akan dibahas dan bisa selesai. Begitu pula kapan aturan ini bisa segera diterapkan. Ia hanya menekankan pemerintah akan terus mendorong lembaga legislatif agar bisa mempercepat pembahasan. Terlebih, RUU ini sudah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Di sisi lain, Airlangga mengatakan pemerintah juga akan mempercepat penerapan data center di Indonesia. Saat ini, pemerintah sejatinya sudah menerbitkan payung hukum kebijakan tersebut, yaitu Peraturan Pemerintah (PP Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Pemilik MNC Group sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesudibyo mengusulkan agar pemerintah tidak hanya mengejar pajak para perusahaan digital di era industri 4.0. Lebih dari itu, menurutnya, pemerintah perlu pula mengejar pajak perusahaan penyelenggara perdagangan elektronik (e-commerce).
“Jadi bukan media saja, seperti ada Youtube, Netflix, tapi masuk ke semua sektor, e-commerce, online travel, mungkin bisa ke asuransi dengan aplikasi dari luar negeri, karena mereka bisa menarik nasabah yang membeli premi di sini,” ungkapnya.
Bahkan, ia meminta pemerintah berlaku adil dengan menarik pajak dari semua perusahaan yang memiliki aplikasi digital. Bila perusahaan tidak berkenan, Hary mengusulkan agar pemerintah bertindak tegas dengan mengeluarkan kebijakan negative list atas operasional perusahaan tersebut di Tanah Air.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi & Informatika mengatakan Netflix sudah siap membayar pajak di Indonesia, namun perusahaan itu masih bingung. Sebab, belum ada regulasi untuk memungut pajak perusahaan dari luar negeri yang beroperasi di Indonesia.
“Saya sudah ketemu, dia [Netflix] mau bayar pajak, tapi bayar pajaknya ke mana? Belum ada aturannya. Yang menerima pajak siapa? Nanti ditangkap KPK,” ungkap Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Samuel Abrijani.
Semuel mengatakan Netflix belum memiliki NPWP karena tidak memiliki kantor di Indonesia, Netflix masih berdomisili di luar negeri. Oleh karena itu, ia mengatakan pemerintah sedang mencari cara untuk menarik pajak dari Netflix. (cnn)
Discussion about this post