[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Pemerintah mempertahankan target inflasi atau Indeks Harga Konsumen (IHK) 2020 tetap 3 persen, plus minus satu persen, di tengah kekhawatiran dampak wabah virus corona.
Hal tersebut telah disepakati dalam rapat Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) seperti disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo.
Ia menuturkan TPIP telah memperhitungkan risiko kemunculan virus corona. “Saat kami hitung proyeksi inflasi tadi, kami sudah perhitungkan risiko yang muncul menekan inflasi, baik itu isu global seperti virus, harga komoditas global naik, itu sudah dihitung,” katanya.
Tak hanya risiko dari eksternal, lanjut dia, TPIP juga telah memasukkan faktor domestik. Hasilnya, pemerintah dan bank sentral meyakini inflasi tahun ini bisa berada dalam rentang yang telah ditetapkan pada APBN 2020.
Inflasi IHK disumbang oleh inflasi volatile food sebesar 4,3 persen, inflasi inti 3,02 persen (yoy), dan inflasi harga yang diatur oleh pemerintah atau administered price 0,51 persen.”Kami cukup confidence (percaya diri) dengan inflasi itu masuk range (rentang) sehingga stance (arah kebijakan) kami terakhir di Rapat Dewan gubernur (RDG), kebijakan moneter kami akan akomodatif. Dengan demikian tidak ada perubahan apapun,” imbuh dia.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan pemerintah juga menargetkan sasaran inflasi harga pangan bergejolak (volatile food), selain inflasi IHK. Alasannya, volatile food menjadi penyumbang terbesar pada inflasi IHK.
Pada 2019, inflasi IHK tercatat sebesar 2,72 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka itu berada dalam sasaran pemerintah, yakni 3,5 persen plus minus satu persen.
“Indonesia adalah negara yang sering mengalami gangguan cuaca, makanya volatile food selalu bergejolak. Itu alasan kami mengendalikan volatile food,” paparnya.
Untuk menjaga inflasi volatile food, ia bilang pemerintah akan menjaga disparitas harga antar waktu dan tempat. Maksudnya adalah pemerintah akan mengantisipasi perbedaan harga yang tajam antara musim panen dan musim paceklik.
Sebagaimana diketahui, harga bahan pangan di musim panen cenderung lebih murah karena pasokan berlebih. Sebaliknya, harga bahan pangan menjadi selangit ketika musim paceklik akibat kelangkaan pasokan.
Pemerintah juga akan menjaga disparitas harga antar tempat. Sebab, harga pangan di tempat dengan ketersediaan berlebih biasanya lebih murah, sedangkan di wilayah yang mengalami kelangkaan bahan pangan lebih mahal.
“Ini juga menjadi perhatian pemerintah dan BI dalam rangka pengendalian harga. Jadi bukan hanya terbatas pada tempat tapi juga antar waktu,” katanya.(cnn)
Discussion about this post