[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Perolehan laba bank BUMN hingga kuartal III 2019 cuma tumbuh satu digit, melambat dari periode yang sama tahun lalu yang melaju hingga dua digit. Perlambatan disebabkan oleh menurunnya margin bunga bersih (NIM) sehingga menyeret pendapatan bunga bersih (NII) bank pelat merah.
Selama sembilan bulan pertama tahun ini, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencetak laba bersih Rp24,8 triliun pada kuartal III 2019. Realisasi tersebut cuma tumbuh 5,36 persen dari periode yang sama tahun lalu, Rp23,47 triliun.
Padahal, pada kuartal III 2018, laba emiten dengan kode BBRI ini melesat 14,6 persen secara tahunan.
Direktur Keuangan Bank BRI Haru Koesmahargyo mengungkapkan biaya dana perusahaan hingga kuartal III 2019 mencapai 3,63 persen atau meningkat 7,4 persen secara tahunan.
Konsekuensinya, NIM merosot 8,7 persen dari 7,4 persen menjadi 6,81 persen. Kondisi ini mengakibatkan pendapatan bunga bersih cuma tumbuh 4,6 persen menjadi Rp60,5 triliun.
“Tetapi, BRI berusaha menormalisasi. (NIM) Dari triwulan lalu sudah naik. Triwulan lalu 6,79 persen kami normalisasi ke Rp6,81 persen,” ujar Haru di Gedung BRI I, Jakarta.
Perusahaan, sambung Haru, menyikapi penurunan NIM sebagai proses yang jamak terjadi pada suatu industri yang berkembang.
Di luar pendapatan bunga, pendapatan non bunga atau (Fee Based Income/FBI) perseroan juga cuma tumbuh 5,36 persen menjadi Rp24,8 triliun.
Sebenarnya, kinerja penyaluran kredit perusahaan masih bisa tumbuh dua digit yaitu 11,65 persen menjadi Rp903,14 triliun.
“Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pada (pertumbuhan) industri yang hanya tumbuh sebesar 8,59 persen data per Agustus 2019,” tutur Direktur Utama BRI Sunarso.
Segmen mikro mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 13,23 persen secara tahunan menjadi Rp301,89 triliun. Kredit mikro sendiri mengambil porsi sepertiga dari keseluruhan kredit perseroan.
Selain kredit mikro, kredit ritel dan menengah tumbuh 14,8 persen dengan penyaluran kredit sebanyak Rp261,67 triliun.
Kredit konsumer tumbuh 7,85 persen menjadi Rp137,29 triliun. Kredit korporasi tercatat mekar 8,15 persen dengan penyaluran kredit sebanyak Rp202,3 triliun.
Adapun penyaluran kredit UMKM mencapai Rp700,84 triliun atau 77,6 persen dari total penyaluran kredit.
“Ini sesuai dengan aspirasi perseroan untuk mewujudkan porsi kredit UMKM mencapai minimal 80 persen dari total kredit BRI nanti di akhir tahun 2022,” ujar Sunarso.
Pertumbuhan kredit menyebabkan aset perseroan meningkat 10,34 persen menjadi Rp1.305,67 triliun.
Selanjutnya, Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat Rp959,24 triliun atau naik 9,91 persen. Pertumbuhannya meningkat dibandingkan tahun lalu yang sebesar 7,62 persen.
“Pertumbuhan giro dan tabungan yang lebih tinggi dari deposito mampu mendongkrak rasio dana murah, atau yang sering kita sebut CASA. CASA tumbuh 57,95 persen sebesar Rp555,87 triliun,” jelasnya.
Kondisi tersebut membuat rasio penyaluran kredit terhadap simpanan (LDR) mencapai 94,15 persen dengan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 21,89 persen.
Kinerja laba satu digit juga ditorehkan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. Hingga kuartal III 2019, laba perseroan tercatat Rp12 triliun atau cuma tumbuh 4,7 persen. Pada periode yang sama tahun lalu, laba perseroan melaju 12,6 persen.
Direktur Keuangan BNI Ario Bimo mengungkapkan biaya kredit menunjukkan perbaikan lantaran turun dari 1,4 persen pada kuartal III 2018 menjadi 1,3 persen pada kuartal III 2019.
Namun, pertumbuhan NII perseroan hanya 3,4 persen menjadi Rp26,9 triliun, melambat dari periode yang sama tahun lalu, 10,6 persen.
Perolehan pendapatan bunga bersih didukung dengan pertumbuhan kredit perseroan yang mencapai 14,7 persen menjadi Rp 558,7 triliun. Penyaluran kredit tersebut didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 5,9 persen menjadi Rp581 triliun.
Pertumbuhan kredit perseroan ditopang oleh pembiayaan pada segmen korporasi yang tumbuh 18,1 persen dari periode yang sama tahun 2018 menjadi Rp 291,7 triliun.
Rinciannya, segmen korporasi swasta sebesar Rp181,1 triliun, tumbuh 24,8 persen secara tahun. Lalu, segmen BUMN senilai Rp110,7 triliun, meningkat 8,6 persen. Terakhir, segmen usaha kecil yang tumbuh 19,2 persen menjadi Rp75 triliun.
Sementara untuk DPK, perseroan menjaga rasio dana murah dengan komposisi CASA mencapai 64,3 persen dari total DPK.
Penurunan laba perseroan lebih dalam tertahan oleh pertumbuhan FBI yang mencapai 13 persen secara tahunan menjadi Rp8,1 triliun.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatat laba bersih Rp16,85 triliun per Agustus 2019. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang senilai Rp15,17 triliun, kinerja laba perseroan bertumbuh 9,29 persen.
Discussion about this post