[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkolaborasi untuk meredam kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Namun, kebijakan yang sudah diterbitkan seolah tak ampuh melakukan hal tersebut. Hari ini, Kamis (19/3), indeks kembali anjlok 5,20% atau setara 225,25 poin ke level 4.105,42.
Direktur CIMB Sekuritas Kartika Sutandi menilai, beberapa kebijakan yang diambil oleh self regulatory organization(SRO) sudah tepat. Penghapusan short selling yang bisa memunculkan volatilitas lebih tinggi misalnya.
Namun, ada beberapa kebijakan yang juga menjadi catatan. Salah satunya, batas auto reject bawah (ARB). “Lepas limit down,” ujar Kartika.
Pasalnya, ARB 7% saat ini membuat fund manager agak enggan untuk masuk ke bursa saham. Mereka khawatir ketika ada reedem, fund manager tidak memiliki cash karena hanya bisa menjual ‘barang’ terbatas seiring dengan semakin sempitnya batas ARB.
Alih-alih meredam gejolak, batasan tersebut justru meningkatkan risiko bagi fund manager. “Jadi, biarkan pasar yang memutuskan. Kalau harga sudah di bawah, nanti ada yang beli,” terang Kartika.
Head of Business Development Sucor Sekuritas Bernadus Wijaya menjelaskan, pasar saat ini sedang sangat panik. Sehingga, kebijakan yang sudah duluncurkan seolah tak mampu meredam penurunan indeks.
Meski begitu, dia juga tidak menyarankan BEI mengambil langkah Filipina yang menutup bursa sahamnya. Sebab, hal ini justru akan semakin memicu kepanikan. Bahkan, bursa saham Filipina anjlok 24% saat pembukaan setelah sebelumnya sempat ditutup selama dua hari.
Setali tiga uang, analis kawakan Sem Susilo menilai, situasi saat ini memang sangat berat. Tapi, sat hal yang perlu diingat, bursa saham selalu bergerak lebih cepat.
Gambarannya, perkembangan data terbaru kasus corona (Covid-19) baru berjalan selangkah, penurunan bursa saham sudah dua langkah dan begitu pula sebaliknya.
Artinya, pemulihan bursa saham tak selama pemulihan perekonomian secara riil ketika wabah Covid-19 sudah mulai teratasi. “Pasar tidak perlu tunggu data ekonomi pulih, pasar lebih fokus pada meredanya Covid-19,” jelas Sem.
Dia menyarankan teman-teman investor lainnya untuk terus mencermati perkembangan Covid-19 sembari menyeleksi saham yang menarik. “Koreksi force majeur saat ini adalah peluang,” imbuhnya.
Kartika juga mengatakan, tetap selektif memilih saham dalam kondisi seperti sekarang. Beberapa saham sektor konsumer sudah sangat murah.
Bahkan, ada emiten konsumer yang secara fundamental menarik, namun nilai kapitalisasi pasar sahamnya sudah menyamai cash perusahaan. (msn)
Discussion about this post