KeuanganNegara.id- Bank Dunia menyoroti persoalan likuiditas seret dua perusahaan asuransi jiwa nasional, yakni Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Bank Dunia menilai dua perusahaan tersebut membutuhkan perhatian segera.
Dalam laporan bertajuk Global economic risks and implications for Indonesia yang dirilis September 2019, lembaga internasional tersebut menyatakan secara umum sistem keuangan Indonesia ‘tahan banting’. Namun, dua bidang memerlukan tindakan dan kebijakan sesegera mungkin.
Misalnya, dengan menjaga kredibilitas sistem keuangan, mengatasi kelemahan di sektor asuransi. Ia menyinggung dua perusahaan asuransi jiwa nasional terbesar yang belum dapat memenuhi kewajibannya dalam membayarkan klaim kepada para nasabahnya.
“Dua perusahaan (Bumiputera dan Jiwasraya) belum dapat memenuhi kewajibannya. Perusahaan mungkin menjadi tidak likuid dan membutuhkan perhatian segera,” tulis laporan tersebut dikutip Senin (9/9).
Sementara, kasus gagal bayar Jiwasraya terkuak pada tahun lalu. Perusahaan asuransi jiwa BUMN ini tercatat menunda pembayaran klaim sebesar Rp802 miliar kepada 711 pemegang polisnya.Imbauan Bank Dunia agar pemerintah memperhatikan Bumiputera dan Jiwasraya bukan tanpa alasan, mengingat perusahaan asuransi tersebut diperkirakan memiliki 7 juta nasabah dengan lebih dari 18 juta polis asuransi. Ironis, karena nasabah-nasabah tersebut berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah dan kelas menengah.
“Bagaimana cara memperbaikinya? Lakukan penilaian terperinci atas kesenjangan aktuaria. Setelah dilakukan penilaian, segera lakukan pemulihan atau penyelesaian,” terang laporan tersebut.
Diketahui, Bumiputera dan Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim kepada nasabahnya. Persoalan gagal bayar Bumiputera bahkan sempat berlarut-larut sampai OJK berupaya melakukan upaya penyelamatan.
Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menyebut OJK mengulur waktu dan seolah-olah buang badan dalam menyelesaikan persoalan Bumiputera dan Jiwasraya. Lihatlah, terkait Jiwasraya, OJK seperti melempar kewenangan ke Kementerian BUMN.
“Microprudential industri jasa keuangan itu wewenangnya OJK, bukan BUMN. Dimana jiwa leadership-nya OJK? Ketika upaya penyelesaian Bumiputera, sudah bagus tuh, dibuat RBC (risk based capital) perusahaan asuransi jiwa berstatus mutual, sekarang Jiwasraya juga dong, buka persoalannya,” terang dia. (cnn)
Discussion about this post