KeuanganNegara.id- Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tengah melanda Pulau Kalimantan dan Sumatera. Akibatnya, asap dan kabut asap tebal menyelimuti kota-kota di wilayah terdampak hingga negara tetangga.
Karhutla sendiri sudah terjadi sejak Agustus, namun kondisi ini makin parah dalam sepekan terakhir. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan titik panas (hotspot) masih terdeteksi di enam provinsi.
Rinciannya, Riau sebanyak 388 titik panas, Jambi 555, dan Sumatera Selatan 482. Kemudian Kalimantan Barat sebanyak 346 titik panas, Kalimantan Tengah 281, serta Kalimantan Selatan 105 titik panas. Total seluruh luas lahan seluruh Indonesia yang terbakar sekitar 328.724 hektare terhitung Januari-Agustus 2019.
Bahkan, Presiden Joko Widodo turun ke lapangan meninjau penanganan karhutla di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Riau, Selasa (17/9). Jokowi menekankan kepada jajarannya soal pentingnya pencegahan untuk menghindari kebakaran membesar dan meluas seperti sekarang. Untuk melakukan pemadaman Jokowi sudah memerintah penambahan pasukan 5.600 personel.
Tak hanya membakar tanaman di lahan hutan, saham perusahaan sawit pun ikut terbakar oleh masalah tersebut. Bahkan, dalam penutupan perdagangan Kamis (19/9) sektor agrikultur terpantau turun paling tajam sebesar 1,44 persen. Dalam sepekan, mayoritas saham perusahaan sawit yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) melemah.
Analis Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih mengatakan karhulta mengganggu aktivitas produksi pabrik sawit yang mayoritas terdampak karhutla. “Beberapa pabrik pengolahan dihentikan karena asap ini,” katanya.
Akibat terganggunya aktivitas pabrik, ia menuturkan pelaku pasar khawatir kondisi itu berpotensi menekan produksi perusahaan tahun ini. Pasalnya, tak ada satu pihak pun yang dapat memprediksi kapan karhulta bisa dihentikan. Bahkan, sambung dia, kebakaran berpeluang meluas dipicu cuaca kering berkepanjangan.
“Beberapa waktu yang lalu juga beredar peringatan cuaca kering ekstrim. Ini situasi yang cenderung menyebabkan produksi rendah,” imbuhnya.
Berbeda dengan Al-Fatih, Analis Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial menilai penurunan saham sektor sawit merupakan imbas dari aksi ambil untung, bukan dipicu karhutla. Pasalnya, harga sawit dunia naik signifikan dipicu kenaikan harga minyak mentah dunia usai penyerangan di kilang Saudi Arabia.
“Jadi ini penurunan hanya bersifat sementara akibat profit taking (ambil untung),” katanya.
Ia memprediksi saham perusahaan sawit berpotensi menguat karena ada Festival Diwali atau Deepawali di India dalam beberapa waktu mendatang. Ini merupakan festival lampu paling terkenal di India. Penyelenggaraan festival ini, sambut dia, merupakan konsumsi minyak sayur nomor dua terbesar di dunia. (cnn)
Discussion about this post