[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- Bank Indonesia (BI) menyatakan arah kebijakan moneter tahun depan masih akomodatif. Kondisi tersebut membuat peluang penurunan suku bunga acuan masih terbuka.
“Stance-nya (kebijakan moneter) masih longgar di 2020,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Endy Dwi Tjahjono dalam Pelatihan Wartawan BI di Manggarai Barat, NTT.
Tahun ini, bank sentral telah memangkas suku bunga acuannya sebanyak empat kali masing-masing 25 basis poin (bsp) menjadi 4,75 persen selama periode Juli-Oktober 2019.
Menurut Endy, pemangkasan suku bunga akan dilakukan BI dengan memperhatikan berbagai indikator perekonomian terkait. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah hingga inflasi.
“Masih ada peluang BI menurunkan suku bunga satu kali pada kuartal I 2020,” ujarnya.Kebijakan akomodatif, sambungnya, tidak hanya berupa penurunan suku bunga tetapi bisa juga kebijakan lain yang menambah peredaran uang misalnya pemangkasan rasio giro wajib minimum. Kebijakan itu juga sudah dilakukan BI selama beberapa waktu terakhir.
Endy menyadari dampak penurunan suku bunga terhadap pertumbuhan kredit perlu waktu, setidaknya tiga bulan. Namun, ia juga mengingatkan penurunan suku bunga acuan bukan satu-satunya faktor pendorong permintaan kredit. Untuk itu, kebijakan BI perlu dibarengi oleh kebijakan fiskal.
Tahun depan, BI memperkirakan pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 10 hingga 12 persen. Proyeksi itu lebih tinggi dari perkiraan realisasi tahun ini yang sebesar 8 persen.
Di tempat yang sama, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto melihat peluang BI memangkas suku bunga acuannya tahun depan.
Ia menilai dampak penurunan suku bunga acuan terhadap penyaluran kredit tahun ini belum optimal lantaran sikap investor yang masih ‘wait and see’. Sikap itu dipicu oleh berbagai faktor mulai dari ketidakpastian global hingga pemilihan presiden.
Tahun depan, Ryan optimistis permintaan kredit akan meningkat. Hal itu seiring dengan komitmen pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi. Salah satunya melalui penerbitan omnibus law terkait perpajakan dan ketenagakerjaan.
Ryan memperkirakan kredit akan banyak disalurkan untuk sektor industri manufaktur, khususnya, subsektor otomotif, elektronika, tekstil dan apparel, kimia, serta makanan dan minuman.(cnn)
Discussion about this post