[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id– Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5 persen pada Oktober 2019. Hal itu diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) Kamis (24/10) hari ini.
Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing turun 25 persen menjadi 4,25 persen dan 5,75 persen.
“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 23-24 Oktober 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7DRRR sebesar 25 basis poin menjadi 5 persen,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo di Kompleks Gedung BI, Jakarta, Kamis (24/10).
Perry mengatakan keputusan ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang mengalami perlambatan, meski ketidakpastian di pasar keuangan mereda seiring kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Namun, perlambatan sudah terlanjur terjadi.
“Pelemahan dipicu oleh penurunan volume perdagangan karena perang dagang antara AS dan China, serta penurunan produksi di beberapa negara,” katanya.
Selain itu, keputusan BI turut mempertimbangkan kondisi ekonomi AS yang tengah mengalami penurunan produksi dan keyakinan konsumsi dari penduduknya. Begitu pula dengan kondisi ekonomi Eropa, Jepang, China, dan India.
Tak ketinggalan, BI juga turut memperhitungkan kondisi penurunan harga minyak dan komoditas global, sehingga terjadi penurunan inflasi. Ini terjadi berkat pelonggaran kebijakan moneter dari sejumlah bank sentral negara di dunia.
Lalu, turut dipengaruhi oleh pemberian stimulus fiskal oleh pemerintahan di sejumlah negara. “Ini membuat beberapa negara berkembang mendapat aliran modal masuk, termasuk Indonesia,” ungkapnya.
Sementara dari dalam negeri, bank sentral nasional memperhitungkan sejumlah indikator. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan berada di bawah titik tengah dari target 5,1 persen sampai 5,4 persen pada akhir tahun.
Hal ini dipengaruhi pertumbuhan investasi non bangunan yang masih cukup baik berkat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN). Meski, investasi bangunan belum tumbuh kuat.
Lalu, konsumsi rumah tangga masih cukup kuat dipengaruhi inflasi yang terjaga dan aliran bantuan sosial (bansos). “Bauran kebijakan fiskal diharapkan tetap bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tuturnya.
Kedua, neraca pembayaran kuartal III 2019 yang diperkirakan membaik, sehingga menopang ekonomi di tengah tekanan eksternal. Hal ini terjadi berkat arus masuk investasi portofolio (capital inflow) sebesar US$4,8 miliar yang didorong prospek positif dan daya tarik investasi bagi investor asing.
Ketiga, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) diperkirakan tetap terkendali pada akhir tahun berkat penurunan impor. Ini terjadi sejalan dengan kebijakan domestik dan program B20.
Keempat, cadangan devisa tercatat sebesar US$124,3 miliar. Jumlah ini setara 7,2 bulan impor dan di atas kecukupan internasional. “Ke depan, defisit transaksi berjalan tetap terkendali di kisaran 2,5 persen sampai 3 persen,” ucapnya.
Kelima, nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 1,18 persen secara point-to-point dibandingkan akhir September 2019. Sejak awal tahun hingga bulan ini, mata uang Garuda menguat sampai 2,5 persen.
“Penguatan didukung inflow dan berjalannya mekanisme permintaan valas dari pelaku usaha. Ketidakpastian ekonomi global turut mengapresiasi rupiah,” ungkapnya.
Kendati begitu, ia melihat rupiah akan tetap stabil sesuai fundamental dengan bekerjanya mekanisme pasar yang lebih baik ke depan. Selain itu, turut dipengaruhi oleh menurunnya prospek ekonomi domestik dan daya tarik Indonesia di mata global.
Keenam, inflasi cukup stabil di 0,27 persen secara bulanan dan 3,39 persen secara tahunan pada September 2019. Perkiraannya, inflasi berada di bawah titik tengah target sebesar 3,5 persen plus minus 1 persen pada 2019.
Tahun ini, bank sentral sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak empat kali dengan total 100 bps. Terakhir kali pada September 2019, BI juga menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke posisi 5,25 persen. Tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility juga turun ke 4,75 persen dan 6,25 persen.
Saat itu, Perry menyatakan keputusan tersebut diambil karena inflasi yang stabil dan membuka kesempatan pertumbuhan yang lebih baik di tengah tekanan global.
Selain itu, keputusan juga mempertimbangkan kondisi ekonomi di luar maupun dalam negeri. (cnn)
Discussion about this post