Membuka kran investasi asing, deregulasi, dan pembangunan infrastruktur menjadi sarana untuk meningkatkan kontribusi sektor industri pada PDB.
Industri nasional adalah penopang pembangunan ekonomi. Itulah sebabnya, mengapa banyak negara berharap sektor industrinya maju. Bagaimana dengan negara kita? Dalam lima tahun terakhir, kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto ada pada kisaran 21 persen.
Angka dari Badan Pusat Statistik memberi gambaran yang lebih jelas soal sumbangan industri pengolahan atau manufaktur pada PDB. Pada kurun waktu 2010- 2014 sektor ini memberi kontribusi masing-masing sebesar (dalam miliar rupiah): Rp 1.512.760,8; Rp 1.704.250,5; Rp 1.848.150,9; Rp 1.998.693,7 (angka sementara), dan Rp 2.215.753,6 (angka sangat sementara).
Sementara PDB untuk seluruh lapangan usaha tahun 2010 – 2014 adalah sebesar (dalam miliar rupiah): Rp 6.864.133,1; Rp 7.831.726,0; Rp 8.615.704,5; Rp 9.524.736,5; Rp 10.542.693,5.
Bila dicermati, kontribusi sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun, terlihat makin menurun. Guna memacu percepatan pertumbuhan industri nasional tersebut, pemerintah membuka kran investasi. Sebagai contoh, industri farmasi, gula, karet, pariwisata dibuka 100 % untuk asing dengan persyaratan. Misalnya saja dalam industri gula, investor harus bermitra dengan petani lokal dalam pengadaan lahan dan penanaman tebu.
Investasi asing ini sebenarnya sebelumnya sudah ditawarkan untuk investor lokal. Namun mungkin karena dianggap kurang menguntungkan maka tidak dilirik. Ada juga sektor yang butuh biaya investasi besar dan pengembangan yang tinggi, seperti sektor farmasi, sehingga asing diizinkan masuk dalam porsi besar.
Guna mempercepat realisasi investasi, pemerintah giat menyiapkan infrastruktur. Pembangunan kawasan industri selalu diikuti dengan pembangunan infrastruktur guna menekan biaya logistik dan biaya transportasi.
Pembangunan infrastruktur dan deregulasi adalah kunci peningkatkan daya saing. Banyaknya peraturan, membuat waktu pengurusan izin menjadi panjang dan mahal. Pengusaha yang tak mau rugi membebankan biaya ini pada harga barang. Alhasil harga menjadi lebih mahal dan susah bersaing di pasar.
Berbagai kemudahan ini diharapkan menjadi daya tarik investor luar masuk ke Indonesia. selama ini merupakan salah satu hambatan dalam menghadapi persaingan ekonomi global.
Laporan Perekonomian Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tahun 2015 menunjukkan tren iklim bisnis membaik yang ditandai dengan perbaikan peringkat Indonesia dalam ease of doing business, sehingga menopang prospek investasi ke depan. Peringkat kemudahan berinvestasi di Indonesia naik ke peringkat 109 tahun 2016 dari sebelumnya di peringkat 120.
Selain itu, perbaikan paling signifikan bersumber dari perpajakan dimana pemerintah Indonesia membuat skema pembayaran pajak menjadi lebih mudah dan lebih murah. Pemerintah memperkenalkan skema pembayaran secara on line untuk jarring pengaman sosial serta menurunkan batas atas pungutan pajak untuk tenaga kerja. Peringkat Indonesia dalam perpajakan naik cukup signifikan dari sebelumnya di peringkat 160 menjadi 148. Ke depan, prospek investasi Indonesia akan semakin baik sejalan dengan Paket
Paket Kebijakan Pemerintah I-VIII yang diluncurkan pada tahun 2015, juga memberi pengaruh positif, karena sebagian besar kebijakan difokuskan pada perbaikan iklim investasi disamping upaya mendorong pembangunan infrastruktur.
Laporan tersebut juga mencatat, pada Semester II 2015, stimulus fikal melalui berbagai proyek infrastruktur mendorong perbaikan kinerja sektor konstruksi. Perbaikan tersebut diikuti secara terbatas oleh membaiknya kinerja sektor perdagangan, sektor transportasi dan pergudangan dan beberapa sektor jasa.
Kemajuan sektor industri akan memberi efek berantai. Diantaranya menghemat devisa, mendorong ekspor, menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan, dan menyumbang pemerataan pendapatan masyarakat.
Melalui penguatan industri pengolahan, kini saatnya mewujudkan pesan Nawacita, khususnya butir ke-6. Di situ diamanatkan, pemerintah ingin meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.