Lembaga
KeuanganNegara.id– Lembaga survei global Nielsen menyarankan perusahaan media untuk berinvestasi di layanan digital seperti konten di internet atau Over The Top (OTT). Pasalnya, penggunaan internet yang semakin marak membuka peluang penerimaan iklan yang menjanjikan bagi perusahaan media.
Direktur Pelaksana Global Nielsen Media Matthew O’Grady mengatakan saat ini terjadi perpindahan tren konsumsi media yang dialami masyarakat. Dalam hal ini, ia mengambil contoh data rata-rata jam yang dihabiskan masyarakat Amerika Serikat dalam menikmati media.
Pada kuartal I 2019 lalu, warga AS golongan usia 18 tahun hingga 34 tahun rata-rata durasi memandang layar ponsel pintarnya tercatat 3 jam 31 menit per hari atau naik dibanding tahun lalu, 2 jam 34 menit.
Kemudian, hal yang sama juga terjadi di golongan usia 35 tahun hingga 49 tahun, di mana waktu masyarakat yang dihabiskan di layar ponsel mencapai 3 jam 34 menit atau lebih lama dibanding tahun lalu, 2 jam 46 menit.
Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia. Kini, masyarakat Indonesia menghabiskan waktu rata-rata sebanyak 3 jam 30 menit dalam sehari untuk menikmati konten digital di ponsel pintar. Sebagai pembanding, pada 2016 silam, angkanya baru mencapai 2 jam 26 menit saja.
“Untuk memonetisasi iklan, maka perusahaan media bisa berinvestasi di layanan digital. Layanan Over The Top misalnya, dengan teknologi video on demand, ini bisa menjadi peluang. Menurut saya, investasi ini pantas-pantas saja dilakukan,” jelas O’Grady, Kamis (8/8).
Ia melanjutkan, pola pengiklanan digital di masa depan juga dianggap lebih efektif menjangkau masyarakat. Sebab, iklan yang ditonton atau didengar masyarakat bisa ditampilkan sesuai kebutuhan masyarakat.
Ia mencontohkan satu keluarga yang tengah membutuhkan kendaraan untuk pelesiran. Nantinya, bisa saja ketika keluarga itu sedang menikmati layanan konten internet, iklan-iklan yang keluar adalah iklan kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut.
Munculnya iklan, sambung ia, disebabkan karena ada penyimpanan aktivitas masyarakat di internet pada sebuah platform bernama big data. Bisa jadi, big datatelah merekam seluruh kegiatan keluarga tersebut di internet. Tak heran, iklan yang ditampilkan di rumah keluarga tersebut bisa disesuaikan dengan aktivitasnya di internet selama ini.
“Makanya harus ada pengukuran mengenai siapa yang akan melihat iklan itu? Berapa kali dia akan mendapatkan iklan itu? Bagaimana demografinya? Pengukuran ini yang sedang kami lakukan saat ini. Sebab, dari sisi media tentu ingin mendapatkan penerimaan iklan, tapi dari sisi pengiklan juga ingin menempatkannya secara efektif,” terang dia.
Perubahan pola penggunaan media ini, lanjut dia, juga mengubah paradigma lainnya tentang iklan. Selama 60 tahun, jumlah pemirsa (rating) televisi dan radio selalu menjadi faktor penting bagi sebuah perusahaan untuk mengiklankan produknya.
Namun, di era serba internet, iklan akan datang jika media memiliki konten berkualitas yang tersebar di semua platform dan diunduh secara massal. Ia mencontoh media seperti The Guardian dan NPR yang kini sudah merambah podcast dan diunduh banyak orang, di mana setiap serinya pasti disponsori oleh korporasi.
“Di era sekarang, kemampuan media untuk bertransformasi menjadi sangat penting untuk menangkap peluang pemirsa yang lebih banyak,” jelas dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Nielsen Media Indonesia Hellen Katherina mengatakan platform digital di Indonesia tidak bisa diacuhkan begitu saja. Apalagi, penetrasi internet di Indonesia cukup pesat.
Data Asosiasi Pengguna Jasa Internet (APJI) Indonesia mencatat jumlah pengguna internet sebanyak 171,2 juta orang pada tahun lalu. Angka ini tumbuh 10,12 persen dibanding 2017 yakni 143,3 juta pengguna. Pertumbuhan ini lebih cepat dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencatat pertumbuhan 7,98 persen.
“Konsumsi media ini tidak berkurang, namun memang ada pergeseran dari yang tadinya menggunakan media konvensional menjadi media digital. Jadi platformdigital adalah sesuatu yang tidak bisa di-ignore (diacuhkan) baik oleh pengiklan maupun media konvensional,” jelas dia. (cnn)
Discussion about this post