KeuanganNegara.id– Badan statistik Uni Eropa Eurostat mencatat pertumbuhan ekonomi zona Eropa pada kuartal II 2019 hanya meningkat 0,2 persen. Angka ini menyusut separuhnya dibandingkan kuartal I 2019 yakni 0,4 persen. Kinerja perdagangan Eropa menjadi biang keladi atas pelemahan pertumbuhan ekonomi tersebut.
Sisi ekspor ternyata tercatat stagnan setelah kuartal sebelumnya membukukan pertumbuhan 0,9 persen. Sementara itu, impor juga mengalami perlambatan dibanding kuartal I 2019. Walhasil, ekspor netto pada kuartal II justru memberi andil negatif 0,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Eropa.
Eurostat juga mengonfirmasi bahwa pertumbuhan lapangan pekerjaan melambat dari 0,4 persen pada kuartal I menjadi 0,2 persen pada kuartal berikutnya.
Aksi Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan tarif tambahan atas impor China senilai US$200 miliar dianggap kian memperkeruh perang dagang dan menghantam pasar keuangan.Sebelumnya, tanda-tanda melesunya ekonomi Eropa terlihat dari data pertumbuhan ekonomi Jerman yang terkontraksi 0,1 persen secara kuartalan, menjadikan Jerman sebagai negara dengan kinerja ekonomi terburuk di zona Eropa. Hal ini amat disayangkan, mengingat Jerman adalah negara dengan ukuran ekonomi terbesar di zona Eropa.
Kemudian, permintaan manufaktur Jerman pada Juli juga tercatat menurun 2,7 persen atau melebar dibanding prediksi sebelumnya yakni 1,5 persen. Fakta ini kian mengindikasikan bahwa Jerman bisa terpapar risiko resesi di kuartal III tahun ini.
Sementara itu, Perancis, yang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di Eropa, diharapkan masih bisa mempertahankan pertumbuhan sebesar 0,3 persen pada kuartal III.
Di sisi lain Italia, yang merupakan ekonomi terbesar ketiga Eropa, menghadapi pertumbuhan ekonomi yang berhenti setelah sebelumnya hanya mengalami ekspansi 0,1 persen pada kuartal pertama.
Meski tidak terlibat secara langsung di dalam perang dagang, Uni Eropa pun harus ikut menjadi korban. Perusahaan Eropa merasa kesulitan berproduksi di China atau memasok mesin ke pabrik di negara tirai bambu tersebut. Tak hanya itu, AS juga berulang kali mengancam sanksi perdagangan baru terhadap perusahaan Uni Eropa setelah memberlakukan tarif impor bagi baja dan aluminium di tahun lalu. (cnn)
Discussion about this post