KeuanganNegara.id- Harga minyak dunia menguat lebih dari 4 persen pada perdagangan Rabu (4/9), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan dipicu oleh sinyal positif dari perekonomian China.
Harga minyak mentah berjangka Brent naik US$2,44 atau 4,2 persen menjadi US$60,70 per barel. Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$2,32 atau 4,3 persen menjadi US$56,26 per barel. Secara persentase, kenaikan tersebut merupakan yang tertinggi bagi WTI sejak 10 Juli 2019 lalu.
Di AS, survei Reuters memperkirakan persediaan minyak mentah negeri paman sam bakal merosot selama tiga pekan berturut-turut. Data resmi akan dirilis oleh Badan Administrasi Informasi Energi AS pada Kamis (5/9), waktu setempat.
“Harga minyak tetap bermasalah oleh laporan produksi minyak OPEC, Rusia, dan AS yang menanjak bulan lalu. Hal ini mengemuka di saat kekuatan pertumbuhan permintaan, di tengah pesimisme perang dagang, kian dipertanyakan,” terang Analis Komoditas Saxo Bank Ole Hansen.Kendati demikian, sejumlah analis menilai fundamental pasar minyak secara umum masih belum menggembirakan.
“Harga minyak tetap menaruh perhatian pada perang dagang dan semakin lama kita (pasar) tidak melihat jadwal pertemuan tatap muka antara perwakilan China dan AS, semakin besar kemungkinan kita akan melihat rendahnya harga di musim panas terulang kembali,” ujar Analis Pasar Senior OANDA Edward Moya di New York.
Pada Selasa (3/9) lalu, Presiden AS Donald Trump mengancam bakal lebih keras terhadap China pada periode kedua masa jabatannya jika pembicaraan perdagangan terus berlarut-larut. Hal itu menambah kekhawatiran pasar terkait sengketa dagang antara kedua negara bakal memicu resesi AS.
Selain itu, data industri AS yang dirilis pekan ini menunjukkan aktivitas industri manufaktur pada Agustus lalu terkontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir. Kontraksi juga terjadi pada aktivitas industri di zona euro selama tujuh bulan berturut-turut.
Direktur Keuangan BP Brian Gilvary menyatakan permintaan minyak global diperkirakan tumbuh kurang dari 1 juta barel per hari (bph) pada 2019 seiring perlambatan konsumsi.
Namun demikian, pasokan tetap akan dibatasi seiring komitmen negara anggota OPEC dan sekutunya untuk tetap menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi, meski industri minyak di Arab Saudi tengah bergejolak. (cnn)
Discussion about this post