KeuanganNegara.id– Jasa titip (jastip) melalui modus splitting (memecah) masih kerap menjadi modus yang digunakan untuk mensiasati bea masuk dan pajak impor dalam menjalankan bisnisnya. Selain itu, para jastip juga menggunakan kurir dan menggunakan jalur Barang Kiriman.
“Kita berhasil mendeteksi pergeseran modus yang mirip dari model split, sekarang split tetapi dengan menggunakan orang-orang yang langsung membeli barang itu di luar negeri. Ia dititipi orang itu untuk dibawa ke dalam negeri seakan-akan dia yang bersangkutan pemilik barang tersebut,” jelas Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen Bea Cukai) Heru Pambudi dalam konferensi pers Penertiban Jasa Titipan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berhasil melakukan identifikasi dan menindak 1 dari 14 orang yang membawa barang-barang yang dikategorikan sebagai barang mewah padahal sebenarnya barang mewah itu milik satu orang yang memodali. Caranya, dia membelikan tiket kepada 14 orang untuk berangkat dan pulang, kemudian barang-barangnya dititipkan.
Oleh karena itu, Dirjen BC menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) kini menerapkan Program Anti Splitting yang merupakan sistem komputer pelayanan yang secara otomatis mengenali nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor.
Program anti-splitting ini untuk mendeteksi para pelaku jasa titipan (jastip) yang membawa barang melebihi ketentuan yang berlaku yang kerap mengakali batas nilai pembebasan USD500 per penumpang dari Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017.
“Sistem ini cara bekerjanya men-detect barang ini darimana, dibeli darimana, siapa yang membeli, grup atau kluster barangnya apa saja. Kan jastip itu muter-muternya kalau ngga tas, sepatu, baju, kosmetik, perhiasan dan sebagainya. Kita nge-cek nama dan alamat. Sistem IT-nya sudah canggih, meyakinkan kita bahwa ini sebenarnya adalah transaksi yang sama (meskipun nama orang hanya berbeda sedikit),” jelasnya.
Sampai dengan tahun 2019, Bea Cukai bekerjasama dengan asosiasi seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) serta informasi dari masyarakat berhasil menggagalkan usaha transaksi e-commerce dengan cara men-split 140.863 CN (Consignment Notes), 180 ribu dokumen dengan nilai yang diselamatkan Rp28,05 miliar.
Hingga tanggal 25 September 2019, hanya di Bea Cukai Soekarno-Hatta saja, Bea Cukai telah menindak 422 kasus pelanggaran terhadap para jasa titipan yang membawa barang lebih dari ketentuan yang berlaku dengan total perkiraan hak negara yang diselamatkan sebesar Rp4 miliar. (kemenkeu)
Discussion about this post