KeuanganNegara.id- Pemerintah akan memiliki kepemilikan saham mayoritas PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro) sebagai kompensasi atas ketidakmampuan perusahaan dalam membayar utang ke pemerintah.
Nantinya, keputusan ini akan tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang diharapkan selesai pekan depan.
Direktur Utama Tuban Petro Sukriyanto mengatakan hal itu menjadi salah satu pembahasan di dalam rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Di dalam pertemuan itu, disepakati bahwa kementerian terkait akan memberikan paraf di dalam PP dan sebelum diteken Presiden Joko Widodo.
“Secara prinsip pemerintah mendukung dan pada posisi yang sama bahwa surat utang Tuban Petro (yang dinyatakan gagal bayar) menjadi saham itu didukung,” jelas Sukriyanto di Kemenko Perekonomian.
Utang Tuban Petro kepada pemerintah dimulai pada 2004 silam, ketika perusahaan menerbitkan obligasi multiyears yang diserap Kemenkeu dengan pokok Rp3,26 triliun. Hanya saja, Tuban Petro dinyatakan gagal bayar pada 2012.Dengan demikian, maka nanti kepemilikan saham milik pemerintah di Tuban Petro akan menjadi 95,9 persen dari posisi sekarang yakni 70 persen. Hanya saja, utang Tuban Petro ke pemerintah belum dianggap lunas begitu saja.
“Utang kami tentu masih ada sisa, yang tadinya Rp3,3 triliun menjadi sekitar Rp700 miliar. Nantinya akan diangsur ke pemerintah selama kurang lebih 10 tahun ke depan sambil kami mengembangkan kompleks petrokimia tersebut,” jelas dia.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata juga mengonfirmasi bahwa piutang Tuban Petro ke pemerintah akan dikonversi menjadi saham. Hanya saja, ia tak menyebut kapan aksi ini akan berlangsung, meski diakuinya konversi piutang menjadi saham ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2018 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Masalah kapannya, itu nanti saja. Kami berusaha sekuat tenaga dulu,” papar dia. Sebagai konsekuensi, kuasa saham kemudian harus berpindah kepada pemerintah. Namun, hal itu tak bisa dilakukan lantaran konversi obligasi multiyears menjadi saham tidak bisa dilakukan dengan cepat.
Padahal, pemerintah berniat mengembangkan industri petrokimia melalui PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), yang merupakan anak usaha Tuban Petro, untuk mengurangi ketergantungan impor petrokimia. Sehingga, ini bisa menjadi jurus menyempitkan defisit neraca dagang.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan dari Januari hingga Juli 2019 sebesar US$1,89 miliar. Angka ini menurun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya US$3,21 miliar. (cnn)
Discussion about this post