KeuanganNegara.id– Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengaku sedang menelisik skema industri pinjaman online berskema pinjam meminjam uang (peer to peer/p2p lending) dalam menentukan bunga kredit ke masyarakat. KPPU menduga ada praktik kartel atau pemutusan bunga secara bersama-sama antar pelaku usaha fintech legal. Terlebih, batas bunga yang ditetapkan terbilang tinggi, yakni 0,8 persen per hari.
“Kami menduga ada kartel, karena yang mengatur batasan bunga ini dari asosiasi yang berisi pelaku usaha,” ucap Direktur Ekonomi KPPU Zulfirmansyah. Seharusnya, sambung dia, penetapan bunga kredit dilakukan oleh regulator, seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika pelaku usaha yang mengatur, maka rentan hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan masyarakat.
Sebagai informasi, penetapan suku bunga fintech P2P lending dilakukan melalui Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Mereka sepakat menawarkan bunga maksimal 0,8 persen per hari dengan akumulasi denda maksimal tidak lebih dari nilai pinjaman. “Bunga fintech tinggi iya karena risiko juga tinggi, ini makanya kami kaji. Tapi kalau Kredit Tanpa Agunan (KTA) saja bisa lebih rendah kenapa fintech tidak,” katanya.
Zulfirmansyah menyatakan KPPU perlu mendapatkan satu bukti yang memperkuat dugaan kartel ini untuk menaikkan kasusnya ke level penyelidikan. Namun, ia belum bisa memastikan apakah dalam proses penelitian ini akan memanggil pelaku usaha atau tidak.
“Kami sedang pertimbangkan. Pelaku usaha akan dipanggil saat penelitian atau penyelidikan. Kalau dari proses penelitian dari dokumen saja bisa, tapi masih lihat prosesnya,” terang dia.
Adapun, OJK mengatur operasional fintech P2P lending dalam POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. (cnn)
Discussion about this post