KeuanganNegara.id- Menko Perekonomian Darmin Nasution menyebut BI masih punya senjata untuk menjaga ekonomi dalam negeri dari tekanan. Ia menilai ruang kebijakan moneter yang dikelola Bank Indonesia masih cukup besar untuk menjaga kinerja perekonomian nasional dari berbagai tekanan yang ada.
Pandangan ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menanggapi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) yang turun dari 5,1 persen menjadi 5 persen pada 2019 dan 2020.
Dalam proyeksinya, OECD memandang ruang kebijakan moneter akan memiliki batas. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan penguatan kebijakan fiskal guna mengimbangi kebijakan moneter.
Kendati demikian, mantan gubernur BI itu memandang ruang kebijakan moneter Indonesia sejatinya masih cukup besar karena tingkat suku bunga acuan masih positif. Saat ini, tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) berada di posisi 5,25 persen.
Begitu pula dengan bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB) yang tingkat bunga acuannya berada di posisi minus 0,5 persen. Lalu, tingkat bunga acuan bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA) sebesar 1 persen dan bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ) minus 0,1 persen.Sementara itu, tingkat suku bunga deposit facility sebesar 4,5 persen dan suku bunga lending facility sebesar 6 persen.
“Ini positif, masih punya ruang. Kebijakan moneter itu hilang kemampuan kalau tingkat bunganya nol persen atau kurang dari itu. Selama masih di atas itu, kebijakan moneter masih berfungsi untuk mempengaruhi,” ucap Darmin di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
Bahkan, menurutnya, tingkat suku bunga acuan BI saat ini masih bisa membuat Indonesia cukup menarik bagi para investor asing. Sebab, besaran tingkat bunga acuan bank sentral nasional memiliki selisih atau gap dari beberapa bank sentral negara lain yang sudah mulai kehabisan ruang.
Misalnya dengan tingkat suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve. Saat ini, bunga acuan The Fed berada di kisaran 1,75 persen sampai 2,0 persen.
“Jadi bukan di sini, itu (keterbatasan ruang kebijakan moneter) di Amerika dan Eropa. Ini bisa mengantisipasi apa yang dilakukan negara lain, (bank sentral) Amerika juga turunkan policy rate (kebijakan tingkat bunga acuan),” katanya.
Lebih lanjut, ia menilai kebijakan moneter dari bank sentral nasional sudah cukup akomodatif bagi perekonomian Indonesia. Sebab, penurunan tingkat suku bunga acuan BI bisa mendorong penurunan tingkat bunga kredit perbankan.
Bila bunga kredit bank menurun, maka masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan dengan bunga rendah. “Ini meningkatkan kemampuan masyarakat untuk meminjam, baik kemampuan untuk berusaha secara umum, maupun perumahan segala macam,” tuturnya.
Di sisi lain, untuk mengimbangi kebijakan moneter dari BI, pemerintah juga terus mengupayakan berbagai pelonggaran kebijakan fiskal. Tujuannya, agar daya tahan dan dongkrak ekonomi Indonesia meningkat.
Hal yang teranyar, pemerintah tengah mengupayakan reformasi perizinan dan perpajakan. Hal ini ditempuh dengan kebijakan penyatuan undang-undang alias omnibus law atas undang-undang yang masih tumpang tindih saat ini.
“Pemerintah sedang menyiapkan, paling tidak dengan omnibus law untuk perizinan dan perpajakan, lihat saja nanti apa substansinya,” pungkasnya. (cnn)
Discussion about this post