“Indonesia juga akan menuju ke sana (Hongkong dan Singapura),” ujar Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital OJK Sukarela Batunanggar.
Ia mengungkapkan transformasi digital pada perbankan tidak hanya pada proses bisnis tetapi juga mencakup bisnis model. Untuk itu, bank diharapkan bisa lebih responsif dan inklusif ke depan.
Kelahiran bank digital sendiri, kata dia, memiliki dua pola. Pertama, bank yang bertransformasi dari model bisnis, strategi bisnis hingga produknya. Kedua, bank digital yang lahir dari nol sebagai bank digital.
Kehadiran bank digital, lanjutnya, merupakan konsekuensi dari perubahan tatanan sektor keuangan akibat perkembangan teknologi. Mau tidak mau, perbankan harus mengikuti pola tersebut agar tetap kompetitif di pasar.
“Pola konsumsi sudah berubah jadi kami tidak bisa bertahan dengan pola model bisnis yang sekarang. Artinya konsumen mengharapkan dan menuntut perubahan baik pelayanan maupun bisnis modelnya saja,” katanya.
Potensi Ekonomi Digital
Optimisme pembentukan bank digital didasari potensi ekonomi digital Indonesia ke depan. Ia menuturkan berdasarkan data studi Google dan Temasek, ekonomi digital Indonesia diprediksi bisa tembus US$100 miliar pada 2025 setara 1.400 triliun.
Saat ini, kata dia, potensi ekonomi digital Indonesia ditaksir mencapai US$27 miliar setara Rp378 triliun. Karenanya, dibutuhkan sinergi dari berbagai stakeholder sehingga potensi ekonomi digital dapat dimanfaatkan secara maksimal.
“Kami perlu menyusun strategi yang komprehensif dan kolaborasi seluruh stakeholder sehingga dapat membangun ekosistem terpadu dan suportif ke depan,” pungkasnya. (cnn)
Discussion about this post