KeuanganNegara.id– Utang luar negeri Indonesia per Mei 2019 sebesar 386,134 miliar dollar AS. Jumlah itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 189,251 miliar dollar AS dan utang swasta 196,884 miliar dollar AS.
Dengan nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Senin (15/7/2019), yakni Rp 13.970 per dollar AS, maka utang luar negeri itu setara Rp 5.394 triliun.
Menurut ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual, rasio utang luar negeri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada akhir Mei 2019 sebesar 36,1 persen. Pada April 2019, rasionya 36,5 persen.
Dengan kondisi tersebut, tambah David, struktur utang luar negeri Indonesia dalam kondisi sehat. Pemerintah dinilai mampu memegang teguh prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas pengelolaan utang.
“Peran utang luar negeri perlu terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” katanya.
Stabilitas
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah menyampaikan, BI berupaya selalu memastikan stabilitas sistem keuangan, termasuk nilai tukar, terjaga baik. “Stabilitas adalah kunci terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Fluktuasi suku bunga dan gejolak nilai tukar hanya akan mengurangi keyakinan investor untuk masuk instrumen portofolio,” ujarnya di acara Bank OCBC NISP Coffee Morning di Jakarta, Senin.
Untuk menjaga stabilitas, BI mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan penurunan suku bunga. Hal ini sejalan dengan inflasi yang rendah dan mendorong pertumbuhan ekonomi RI.
Nanang menilai, penggunaan utang luar negeri sektor swasta, termasuk BUMN, perlu diarahkan agar berorientasi meningkatkan ekspor, terutama untuk produk berbasis manufaktur.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan per 4 Juli 2019, kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 829,22 triliun atau tumbuh 19,51 persen secara tahunan. SBN dicatat sebagai utang pemerintah.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, salah satu faktor yang memicu langkah investor mengincar SBN adalah prediksi penurunan suku bunga Bank Sentral AS. (kompas)
Discussion about this post