Kondisi itu berisiko lantaran mayoritas laba yang berhasil didapat korporasi pada akhirnya akan digunakan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang. Penggunaan utang sendiri untuk pembiayaan proyek infrastruktur, seperti jalan tol, pembangkit tenaga listrik, hingga energi berbahan mentah.
Selain itu, menurut McKinsey, posisi utang Indonesia harus diwaspadai mengingat ada risiko perlambatan ekonomi dunia di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal tersebut membuat McKinsey memberi sinyal kewaspadaan akan risiko terulangnya krisis keuangan pada 1997 karena tingginya tingkat surat utang asing yang dimiliki korporasi di dalam negeri.
“Kalau ada laporan, kami akan lihat apakah berbeda dari sisi bacaan dengan kami atau tidak. McKinsey buat untuk keseluruhan Asia dan negara-negara berkembang, jadi kami bisa bandingkan itu,” ungkap Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/8).
Selain itu, pemerintah juga melakukan pemantauan secara internal sesuai dengan prosedur pengelolaan surat utang dalam keuangan negara.
Discussion about this post