KeuanganNegara.id- Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat potensi penerimaan pajak hilang sekitar Rp221 triliun pada 2018. Hal ini terjadi lantaran pemerintah menebar banyak insentif pajak.
“Potensi pajak Rp221 triliun ini tidak kami ambil atau collect dalam rangka memberi fasilitas kepada masyarakat dan dunia usaha,” ujarnya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (21/8).
Ia menjelaskan pemerintah sengaja merelakan potensi penerimaan pajak untuk merangsang ekonomi. Dalam istilah perpajakan, hal ini dikenal dengan belanja pajak (tax expenditure).
Pemerintah merealisasikan belanja pajak melalui kebijakan insentif pajak, misalnya tax holiday, tax allowance, hingga yang teranyar, super deductiable tax. Berbagai insentif pajak sengaja diberikan agar para dunia usaha mendapatkan keringanan, sekaligus stimulus untuk memacu produksi.
Begitu pula insentif kepada masyarakat. Tujuannya agar masyarakat bisa meningkatkan kemampuan konsumsinya dan berkontribusi lebih pada pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, potensi penerimaan pajak yang hilang bisa memberikan dampak yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia. “Tapi ini merupakan bentuk reformasi dalam rangka memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,” katanya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan potensi penerimaan pajak yang hilang meningkat dari tahun sebelumnya. Pada 2018, potensi penerimaan pajak yang hilang mencapai Rp221 triliun atau 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara pada 2017, jumlah penerimaan pajak yang hilang sebesar Rp196 triliun atau 1,47 persen dari PDB. Kendati begitu, alokasi belanja pajak tidak berubah signifikan.
“Kami berikan ke bidang yang berpengaruh, misalnya litbang dan training vokasi untuk meningkatkan kapasitas,” pungkasnya. (cnn)
Discussion about this post