KeuanganNegara.id- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku terus mewaspadai potensi perlambatan ekonomi global yang juga berpengaruh pada kondisi di Indonesia, meski ia tidak memaparkan indikatornya secara rinci.
Sikap waspada dilakukan lantaran resesi ekonomi sudah terjadi di beberapa negara di dunia.
Kendati begitu, ia belum bisa meramal seberapa besar potensi perlambatan ekonomi Indonesia ke depan akibat tertekan penurunan pertumbuhan ekonomi global. Ia hanya meminta publik bersabar menunggu data pasti pertumbuhan ekonomi Tanah Air dari Badan Pusat Statistik (BPS).
“Nanti lihat dari statistik, nanti lihat saja di BPS (pertumbuhan ekonomi) kuartal ketiga ini. Kami akan terus mewaspadai saja,” ungkap Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Sementara itu, tekanan ekonomi global yang kerap diwaspadai mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu adalah perang dagang antara Amerika Serikat dengan China hingga konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah.Sebelumnya, Bendahara Negara mengatakan pemerintah mengantisipasi berbagai tekanan ekonomi global melalui sejumlah kebijakan. Salah satunya, kebijakan fiskal melalui pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, pengelolaan APBN perlu dilakukan secara hati-hati agar pemerintah bisa mempertahankan target defisit anggaran yang rendah. Sebab, indikator ini merupakan salah satu daya tarik bagi investor agar mau mengalirkan modalnya ke dalam negeri.
Lebih lanjut, investasi dibutuhkan untuk mendorong perputaran roda industri dan ekonomi secara keseluruhan. Tak hanya itu, minat investasi juga dijaga dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif.
“Dalam rangka itu, memperbaiki iklim investasi tetap diproses dan dilaksanakan. Fokus kami sekarang adalah memperbaiki daya tahan dan resiliency ekonomi,” katanya.
“Itu akan mempengaruhi sentimen dan confidence (keyakinan pelaku pasar) dunia. Dampaknya memang besar ke seluruh dunia,” jelasnya.
Selain itu, saat ini AS juga bersiap untuk menabuh genderang perang dengan Eropa terkait sektor perdagangan. Sebelumnya, AS mengumumkan akan memberlakukan tarif atas impor produk asal Eropa dengan nilai 6,8 miliar euro Eropa atau setara US$7,5 miliar mulai 18 Oktober 2019.
Tarif yang dikenakan sebesar 10 persen bagi produk pesawat terbang dan 25 persen untuk barang-barang lain, seperti pertanian dan industri.
Pemberlakuan impor tersebut dilakukan AS usai mendapat ‘lampu hijau’ dari Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) atas gugatan pemberian subsidi dari Uni Eropa terhadap Airbus, perusahaan manufaktur pesawat asal Perancis. (cnn)
Discussion about this post