[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -Organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) mencatat dari awal tahun hingga 31 Mei 2020 terdapat 16 inisiasi tuduhan baru anti-dumping dan safeguard dari negara mitra dagang terhadap produk ekspor Indonesia.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan Srie Agustina memprediksi akibat tuduhan tersebut Indonesia kehilangan potensi devisa negara yang sangat besar. “Semua tuduhan tersebut berpotensi menyebakan hilanganya devisa negara US$1,9 miliar atau setara Rp26,5 triliun, suatu angka yang tak sedikit di tengah kebutuhan dumper devisa untuk pendapat negara,” katanya dalam diskusi virtual.
Untuk produk yang dikenakan tuduhan anti-dumping, Srie menyebutkan, mulai dari monosodium glutamat, produk baja, produk alumunium, produk kayu, benang tekstil, bahan kimia, hingga produk otomotif. “Sungguh angka kehilangan devisa yang besar hanya dalam lima bulan ini,” ujarnya.
Srie menjelaskan, negara yang paling sering menerapkan aturan bea masuk anti-dumping dan safeguards terhadap produk ekspor Indonesia adalah India 54 kasus, Amerika Serikat 37 kasus, Uni Eropa 34 kasus, Australia 28 kasus, dan Turki 23 kasus.
Meningkatnya laporan terkait anti-dumping, kata Sire, semakin massif sejak terjadinya perang dagang antara AS dengan Cina. Selain itu, akibat meluasnya pandemi Covid-19 di berbagai negara di dunia.
Dengan perekonomian semakin tertekan, Srie mengatakan, sejumlah negara mengambil langkah proteksionisme untuk melindungi produk dalam negerinya dari serbuan produk impor, serta menjaga produk ekspornya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri karena terbatasnya produksi di masa pandemi.
“Negara lain di dunia melakukan pelarangan ekspor dan impor dan penggelontoran berbagi insentif guna mencegah keterpurukan ekonomi semakain dalam,” ucapnya.(msn)
Discussion about this post