KeuanganNegara.id- Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suminto, menyampaikan bahwa pemerintah telah mempertimbangkan perhitungan kemampuan membayar (ability to pay) setiap segmen peserta BPJS terhadap usulan kenaikan iuran BPJS. Namun demikian, di tengah masyarakat, kemampuan membayar itu tidak serta-merta akan diikuti oleh kemauan peserta untuk membayar dengan disiplin.
“Ada deviasi antara ability to pay dengan willingness to pay. Karena willingness to pay (kemauan membayar) nanti terkait dengan persepsi dan prioritas orang. Orang bisa saja merokok (alokasi dana untuk seseorang membeli rokok tidak terbeban), (namun untuk membayar) BPJS? (orang tidak memprioritaskan). Tetapi sebenarnya dia (peserta) punya kapasitas (untuk membayar). Persoalannya adalah ability to pay tidak serta-merta diikuti dengan willingness to pay,” jelasnya.
Kepesertaan dan kedisiplinan membayar iuran ini, telah diatur dalam PP Nomor 86 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggaran Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
Dalam Pasal 5 ayat (2) PP 86 tahun 2013 diatur bahwa pelanggaran kepesertaan BPJS dikenai sanksi administrasi berupa teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
“Karena desain UU SJSN itu kepesertaan wajib, kita punya PP 86 yang mengatur mengenai sanksi yang tidak mau masuk dalam kepesertaan JKN. Sanksinya apa? Peringatan, denda, dan tidak mendapatkan pelayanan publik. Dari sisi teori, yang bisa memaksa orang untuk benar-benar terpaksa itu kan tidak mendapatkan pelayanan publik. Tetapi, sebenarnya, untuk enforce (menerapkan dengan tegas) tidak dapat layanan publik, itu kan perlu betul-betul diperhitungkan,” jelasnya.
Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan literasi atau penjelasan mengenai pentingnya memiliki asuransi kesehatan karena hal tersebut merupakan proteksi terhadap keuangan saat kita terkena sakit katastropik atau kecelakaan yang berpotensi menguras dana sehingga berakibat memiskinkan seorang invidu dan keluarganya.
“Makanya ini terkait dengan literasi apa pentingnya JKN, apa pentingnya punya jaminan kesehatan. Teori WHO mengenai Jaminan Kesehatan itulah sebagai proteksi keuangan atas accident, sakit. Kita sekarang tidak usah ngomong orang miskin, bahkan kita yang mampu pun, kelas menengah, begitu kita opname, apalagi penyakit katastropik (contoh: jantung, kanker, stroke), kita bisa jatuh miskin,” ujarnya. (kemenkeu)
Discussion about this post