Pemerintah tidak akan menerbitkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sampai akhir pemerintahan Kabinet Kerja pada pertengahan Oktober 2019.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan kajian dan pembahasan revisi bahkan sudah tidak dilakukan.
Sebelumnya, Hanif sempat mengaku bahwa pemerintah sedang mengkaji berbagai masukan dari pengusaha dan serikat buruh terkait revisi UU Ketenagakerjaan. Ia membuka ruang revisi aturan tersebut demi menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih fleksibel dan mengakomodasi kepentingan seluruh pihak yang berkaitan.
Namun, sikap itu kini berubah. Saat ini, Hanif juga menyatakan bahwa pemerintah tidak sedang membahas revisi UU Ketenagakerjaan. Bahkan, di masa-masa akhir pemerintah Kabinet Kerja.
“Ya Indonesia ini banyak hal yang prioritas. Ya lihat nanti saja,” imbuhnya.”Intinya terkait UU Ketenagakerjaan, saya sampaikan tidak ada, prosesnya belum ada, draft-nya (rancangan revisi) belum ada, konsepnya belum ada,” ucap Hanif di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta.
Kendati begitu, ia membenarkan bila pemerintah sempat meminta masukan dari pihak pengusaha dan serikat buruh.
“Mereka sudah sepakati soal revisi UU Ketenagakerjaan, tapi sampai hari ini prosesnya belum ada. Kalau ada buruh usul ini, pengusaha usul ini, ya itu nanti pasti akan dikaji,” terangnya.
Lebih lanjut, ia enggan memastikan bahwa pemerintah akan menjadikan revisi UU Ketenagakerjaan sebagai prioritas ke depan. Meski demikian, UU Ketenagakerjaan menyangkut banyak pihak di industri.
Di sisi lain, ia juga menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebelum akhir masa pemerintahan Kabinet Kerja. Sekalipun, revisi PP 78 terus didesak oleh kalangan pengusaha maupun buruh.
“Belum, masih proses panjang. Ya tuntutan bisa dipahami. Tapi biar matang, win-win untuk semua, meski win-win tidak semua happy. Memang kami tidak bisa buat semua orang happy,” tuturnya.
Padahal, seperti halnya revisi UU Ketenagakerjaan, Hanif sebelumnya telah menyatakan bakal mengkaji revisi PP Pengupahan. Bahkan, ia pernah mengatakan tengah melakukan konsultasi dengan sejumlah kementerian lain terkait revisi aturan tersebut.
Sebelumnya, puluhan ribu buruh menggelar aksi unjuk rasa alias demo di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakarta pada Rabu (2/10) kemarin. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan aksi demo diselenggarakan untuk menyuarakan beberapa keberatan kalangan buruh terhadap kebijakan pemerintah.
Mulai dari revisi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan, rencana revisi Peraturan Pemerintah (Perppu) tentang Pengupahan, hingga kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani ingin pemerintah mengkaji ulang PP Pengupahan dan menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Ia mengaku tak khawatir jika memang ada tambahan indikator dalam menentukan besaran kenaikan gaji sesuai permintaan kaum buruh.
“Lihat nanti, pasti kan ada dasarnya. Misalnya buruh minta naik Rp10 juta, ya itu pasti harus ada dasarnya pasti dilihat lagi didiskusikan lagi,” pungkas Hariyadi. (cnn)
Discussion about this post