[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id -BPJS Watch menyoroti rendahnya serapan anggaran untuk belanja kesehatan yang pada medio Juli lalu baru mencapai 7,22 persen dari total alokasi Rp 87,55 triliun. Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut angka tersebut tidak normal.
“Dari belanja kesehatan, yang mengkontribusi rendahnya realisasi alokasi anggaran Kesehatan adalah pos belanja penanganan Covid-19, insentif tenaga medis, dan bantuan iuran JKN,” katanya melalui pesan pendek pada Kamis petang, 30 Juli 2020.
Adapun pagu untuk belanja penanganan Covid-19 ialah sebesar Rp 65,8 triliun, insentif tenaga medis Rp 5,9 triliun, dan bantuan iuran JKN sebesar Rp 3 triliun.
Menurut Timboel, belanja penanganan Covid-19 yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) nomor HK.01/07/MENKES/238/2020 masih bermasalah di tingkat pelaksanaannya.
Masalah itu muncul karena masih banyak pasien Covid-19 yang tidak mengetahui regulasi dari Kementerian Kesehatan sehingga mereka mengeluarkan biaya sendiri atau memakai asuransi swasta yang dipegangnya. Dengan begitu, tutur Timboel, pemerintah tampak belum optimal dalam melakukan sosialisasi.
Adapun kriteria pasien yang mendapat jaminan pemerintah adalah sebagai berikut. Pertama, pasien rawat jalan yang dinyatakan suspek dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta.
Kedua, pasien konfirmasi Covid-19 dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR dari rumah sakit atau dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Ketiga, untuk kriteria pasien rawat inap, pasien suspek dengan usia di atas 60 tahun dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta.
Keempat, pasien usia kurang dari 60 tahun dengan komorbid/penyakit penyerta. Kelima, pasien ISPA berat/peneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Keenam, pasien probable atau pasien yang terkonfirmasi tanpa gejala yang tidak memiliki fasilitas untuk isolasi mandiri di tempat tinggal atau fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala Pukesmas.
Ketujuh, pasien konfirmasi tanpa gejala dengan komorbid/penyakit penyerta dan pasien konfirmasi dengan gejala ringan, sedang, berat/kritis.
Kedelapan, pasien suspek/probable/konfirmasi dengan co-insidens. Kriteria pasien rawat jalan dan rawat inap berlaku bagi warga negara Indonesia dan warga negara asing termasuk tenaga kesehatan dan pekerja yang mengalami COVID-19 akibat kerja, yang dirawat pada rumah sakit di Tanah Air.
Timboel menuturkan rumah sakit semestinya dapat melakukan pengajuan pembebasan biaya pasien Covid-19 untuk pasien yang dirawat sejak 28 Januari 2020. “Kalau pasien tidak meminta klaim, kecenderungannya rumah sakit tidak mengklaim biaya ini ke pemerintah,” tuturnya.
Di sisi lain, Timboel memandang masih ada klaim beberapa rumah sakit yang belum bisa diverifikasi oleh BPJS Kesehatan dengan berbagai alasan. Selain itu, terdapat persoalan teknis di lapangan ini menyebabkan banyak terjadi perselisihan antara rumah sakit dan pemerintah.
“Saya menilai Kemenkes terlambat merespons persoalan dispute pembiayaan Covid-19 ini sehingga banyak persoalan klaim yang dialami rumah sakit dan berpotensi mengganggu cash flow dalam membiayai operasionalisasi untuk pasien Covid-19 maupun pasien lainnya,” kata Timboel.(msn)
Discussion about this post