[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id– Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku mengalokasikan subsidi kesehatan masyarakat sebesar Rp41 triliun lewat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan. Alokasi itu dinikmati oleh 96 juta jiwa yang tercatat sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
“Rakyat harus mengerti ini. Jangan sampai urusan yang berkaitan dengan kenaikan iuran BPJS, kalau tidak jelas, dibacanya menjadi kita (pemerintah) ingin memberatkan beban yang lebih banyak kepada rakyat,” ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta.
Pada 2020 nanti, sambung Jokowi, subsidi yang diberikan pemerintah lewat BPJS Kesehatan bertambah lagi menjadi Rp48,8 triliun. “Ini angka besar sekali. Sekali lagi, yang digratiskan sudah 96 juta jiwa, lewat subsidi yang kami berikan,” terang Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang memuat ketentuan iuran baru BPJS Kesehatan. Beleid itu mengatur iuran untuk kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per bulan per peserta.
Sementara, untuk kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, dan kelas I naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Secara persentase, kenaikan rata-rata mencapai 100 persen.
Kebijakan ini sontak menuai protes dari berbagai kalangan, masyarakat, pengamat, hingga serikat pekerja. Sebagian besar dari mereka mengaku keberatan untuk membayarkan kenaikan iuran yang kelewat besar.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat bahkan menyebut kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagai kado terburuk bagi rakyat di Pemerintahan Presiden Jokowi jilid II.
“Oleh karenanya, ASPEK meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan Perpres 75/2019 dan fokus untuk menyelesaikan akar masalah dari defisit BPJS Kesehatan sebagaimana temuan BPKP. Jangan karena pemerintah yang gagal mengelola, kemudian bebannya ditimpakan kepada rakyat melalui kenaikan iuran,” tulis ASPEK.
Sementara, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan iuran akan memicu tunggakan yang lebih masif, terutama dari kalangan peserta mandiri. Padahal, tunggakan peserta mandiri sendiri mencapai 46 persen.
Tidak cuma itu, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi juga memproyeksi lonjakan gerakan turun kelas dari para peserta program JKN. Alasannya, demi membayar iuran lebih murah. (cnn)
Discussion about this post