[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi memasukkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) rancangan undang-undang (RUU) prioritas pada 2020.
Anggota Komisi XI DPR Puteri Anetta Komarudin menyatakan masih banyak pengaturan di internal OJK yang harus dibenahi. Selain itu, pengawasan lembaga itu terhadap perusahaan sektor jasa keuangan perlu ditingkatkan.
“Kami melihat umur OJK masih muda, jadi masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam internal sendiri, pengaturan antar sektor juga harus disamakan,” ucap Puteri.
Terlebih, baru-baru ini OJK sedang disorot mengenai pengawasannya terhadap PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pasalnya, perusahaan asuransi itu mengalami masalah keuangan sejak 2006 lalu. Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menyatakan ada dugaan korupsi di tubuh Jiwasraya. Lembaga itu telah menangkap lima tersangka yang tersangkut dengan dugaan korupsi di Jiwasraya.
Kemudian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga mengklaim persoalan Jiwasraya berdampak besar. Jika tak diselesaikan, maka bisa menimbulkan risiko sistemik.
Hanya saja, Puteri menyangkal bahwa skandal Jiwasraya hingga pembubaran OJK menjadi isu utama yang akhirnya membuat Komisi XI mengusulkan revisi UU OJK masuk dalam Prolegnas 2020. Menurutnya, revisi diperlukan karena ada sejumlah poin baru yang harus dimasukkan.
“Soal pembubaran OJK dan yang lainnya itu terlalu terburu-buru. Salah satu misalnya pengawasan fintech (financial technology) dan perkembangan baru yang belum masuk dalam UU OJK,” terang dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga mengusulkan agar fungsi pengawasan OJK dikembalikan ke Bank Indonesia (BI) dan Bapepam-LK. Peluang ini terbuka melihat masalah di industri keuangan yang mencuat beberapa waktu terakhir.
“Terbuka kemungkinan (dikembalikan fungsi pengawasan lembaga keuangan ke BI dan Kementerian Keuangan). Apa memungkinkan dikembalikan ke BI? Bisa saja. Di Inggris dan di beberapa negara sudah seperti itu,” kata Eriko.
Hal ini, lanjut dia, akan dievaluasi oleh DPR melalui panitia kerja (panja) yang akan dibentuk oleh Komisi XI DPR mengenai kinerja industri jasa keuangan.
“Teman-teman internal bicara pemisahan dilakukan untuk pengawasan yang lebih baik. Nah, ternyata hasilnya tidak maksimal. Tapi kan kami tidak bisa menyalahkan begitu saja,” tutup Eriko.
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto menyatakan pembahasan revisi UU OJK tak dilakukan tahun ini. Ia mengaku sempat protes dengan badan legislasi (baleg) karena revisi UU OJK masuk Prolegnas 2020.
“Kemarin saya rapat dengan Baleg, saya protes kenapa masuk Prolegnas. Itu masuk Prolegnas karena terlanjur rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham),” ujar Dito.
Hal yang pasti, tambah dia, Komisi XI akan membahas mengenai perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.(cnn)
Discussion about this post