KeuanganNegara.id -Pemerintah dan Komisi XI DPR tengah intens membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU Sektor Keuangan. Pembahasan RUU ini juga dibarengi dengan mencuatnya isu soal intervensi kewenangan Bank Indonesia.
Menanggapi isu tersebut Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fathan Subchi, mengatakan pemerintah dan DPR memastikan independensi Bank Indonesia tidak akan diusik.
“Kekhawatiran tentang independensi akan kita kurangi, akan mengganggu kebebasan BI saya rasa bisa kita hilangkan. Independensi harus dibarengi dengan akuntabilitas dan responsibilitas,” ujar Fathan dalam Webinar Infobank RUU Sektor Keuangan, Senin (19/4).
Fathan pun membeberkan awal mula kekhawatiran soal independensi BI tersebut mencuat. Menurutnya hal tersebut bermula pada April tahun lalu ketika pemerintah panik karena pandemi COVID-19 memukul perekonomian Indonesia.
Menurut Fathan, saat itu pemerintah mengajak semua pihak untuk ikut menanggung beban terjadinya pelemahan ekonomi. Namun pada saat itu sebagian pihak menganggap bahwa Bank Indonesia tidak menunjukkan keseriusannya untuk ikut tanggung renteng. Hal inilah yang membuat sebagian pihak gerah dengan sikap BI dan mengusulkan adanya reformasi sektor keuangan.
“Waktu itu BI ogah-ogahan ikut burden sharing. Maka timbulkan isu soal reformasi sektor keuangan,” ujarnya.
Fathan mengatakan Komisi XI DPR sampai saat ini terus mendukung independensi BI. Namun di sisi lain, Fathan juga berharap BI memiliki nasional interest. Artinya BI juga harus mau ikut terlibat dalam kebijakan untuk memulihkan ekonomi nasional. “Idealnya independensi bank sentral tapi BI juga harus ikut national interest. Kepentingan nasional di atas segalanya,” ujarnya.
Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, President Economist Permatabank Josua Pardede mengatakan adanya RUU Sektor Keuangan ini membuat pihaknya khawatir beleid tersebut bakal mengintervensi kewenangan BI dalam menentukan kebijakan moneter yang ditempuh.
“Mengapa bank sentral perlu independen? Karena tekanan politik membuat kebijakan moneter yang konsisten dan kredibel menjadi sulit dicapai. Istilah teknis untuk hal ini adalah adanya time inconsistencyproblem apabila pemerintah dibiarkan untuk mengatur kebijakan moneter,” ujar Josua dalam Webinar Infobank RUU Sektor Keuangan, Senin (19/4).
Inconsistency ini menurut Josua sangat mungkin terjadi sebab kepemimpinan Indonesia selalu berganti setiap lima tahun sekali. Pergantian presiden dan para jajaran menteri selama ini sangat identik dengan perubahan kebijakan. Sehingga jika pemerintah mengintervensi kewenangan BI maka target jangka panjang bank sentral menjadi tidak fokus.
“Kebijakannya jadi jangka pendek. Instrumen kebijakannya menjadi tidak optimal,” ujarnya.
Sedangkan kebijakan moneter yang independen menurut Josua akan memungkinkan BI untuk mengambil keputusan yang tidak populer di mata publik namun penting bagi kesehatan ekonomi di jangka panjang.
Discussion about this post