[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) gross industri perbankan nasional meningkat dari 2,53 persen pada Desember 2019 menjadi 2,7 persen pada Februari 2020. Peningkatan terjadi di tengah tekanan wabah virus corona atau Covid-19.
“NPL gross sekitar 2, 53 persen, memang ada sedikit peningkatan menjadi 2,7 persen,” ujar Anggota Dewan Komisioner sekaligus Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
Heru mengatakan otoritas belum bisa memastikan apakah pembengkakan NPL merupakan dampak dari tekanan virus corona ke perekonomian Indonesia. Sebab, otoritas masih terus memantau perkembangan kondisi bank dan sektor keuangan.
Sejauh ini, Heru menduga peningkatan NPL terjadi karena lemahnya pertumbuhan kredit bank. Maklum saja, pertumbuhan kredit bank belum meningkat usai anjlok tahun lalu.
Sepanjang 2019, pertumbuhan kredit bank hanya 6,08 persen. Realisasi itu jauh dari 2018 yang mencapai 11,7 persen.
Kendati begitu, perbankan sudah mulai mengambil langkah-langkah antisipasi agar tekanan ekonomi tidak berdampak ke kualitas kredit. Salah satunya, dengan meningkatkan pemantauan kredit kepada debitur yang memiliki potensi tekanan tinggi akibat kondisi saat ini.”Tapi faktor kan banyak, salah satunya (pertumbuhan penyaluran) kreditnya turun. Nah, ini sedikit meningkat, tapi itu bukan kualitasnnya. Jadi ini karena faktor penurunan (pertumbuhan) kredit, sehingga (NPL) jadi sedikit naik,” tuturnya.
Kendati begitu, Heru melihat kondisi ini tak serta merta akan menjadi awam gelap bagi kualitas kredit bank sepanjang tahun ini. Sebab, wasit lembaga keuangan itu sejatinya sudah mengantisipasi dengan kebijakan pelonggaran tingkat kolektabilitas terhadap penilaian kualitas kredit bank kepada debitur.
Dalam pelonggaran ini, OJK hanya memberlakukan satu pilar penilaian atas kualitas kredit bank, yaitu hanya melihat kemampuan debitur dalam mengembalikan pembayaran pokok pinjaman dan bunga. Sebelumnya, otoritas menerapkan tiga pilar penilaian, yakni mencakup manajemen risiko dari debitur itu sendiri.
“Ini bisa memberikan relaksasi kepada debitur, kepada nasabah. Tapi kami akan terus evaluasi setiap enam bulan, supaya bisa dilihat apa ini membaik atau tidak. Jika memburuk, bisa kami perpanjang,” tuturnya.
Sementara Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Royke Tumilaar mengklaim belum ada peningkatan NPL di perbankan pelat merah yang dikelolanya. Sayangnya, ia enggan mengungkap berapa rasio kredit macet di Bank Mandiri.
Selain itu, juga menyiapkan skema restrukturisasi, seperti memperpanjang masa pengembalian kredit bila ke depan ada kasus-kasus kredit bermasalah. Umumnya, ia mengatakan sektor kredit yang berpotensi menyumbang NPL adalah pariwisata dan perhotelan.
Hal ini sejalan dengan turunnya minat wisatawan untuk melancong saat isu penyebaran virus corona terus meluas. Bahkan, ketika Indonesia pun sudah mengumumkan kasus positif virus corona perdana.
“Intinya jangan tunggu dia macet, baru action. Saya yakin belum ada yang macet, tapi kami antisipasi ke sana. Misalnya, hotel di Bali sudah turun okupansi, ya masa kami tunggu dia macet baru bantu, kan tidak,” ungkap Royke.
Direktur Utama PT Bank CIMB Niaga Tbk Tigor M. Siahaan menyatakan perusahaan terus memantau perkembangan kualitas kredit yang diberikan kepada debitur. Namun, CIMB masih cukup optimis bila NPL bank tidak serta merta meningkat pada tahun ini, meski ada berbagai tantangan, seperti virus corona.Di sisi lain, ia turut meyakini potensi pembengkakan NPL tidak cukup besar karena OJK juga sudah melonggarkan kebijakan kolektabilitas. Tak ketinggalan, penyaluran kredit pun tetap bisa dilakukan karena Bank Indonesia (BI) memberikan pelonggaran likuiditas kepada bank melalui perubahan kebijakan cadangan kas bank di bank sentral atau Giro Wajib Minimum (GWM).
“Jadi semua sudah diantisipasi duluan. Biasanya, bank takut kredit macet, likuiditas sulit, ternyata sudah dijawab duluan,” katanya.
Menurut Royke, peningkatan NPL baru akan terjadi bila wabah virus corona tidak kunjung usai dalam waktu yang lama. Sebab, akan terus menurunkan tingkat produktivitas industri yang merupakan debitur bank, khususnya debitur yang bermitra bahan baku dengan pengusaha dari China.
Senada, Direktur Keuangan PT Bank Maybank Indonesia Tbk Thilagavathy Nadason menyatakan perusahaan masih perlu mengevaluasi kinerja kualitas kredit ke debitur, sehingga belum bisa memberikan informasi kepada publik terkait tingkat NPL terkini. Namun, bank sudah mulai membantu nasabah melakukan restrukturisasi kredit sesuai dengan kebijakan pelonggaran kolektabilitas.
“Jadi dengan relaksasi itu, kami membantu nasabah-nasabah merestrukturisasi terlebih dahulu dan itu akan membantu sekali untuk NPL,” ucapnya.
Sebab, menurutnya, penyebaran virus corona memang akan mengganggu akses distribusi bahan baku industri dari China. Namun, sejumlah industri sudah mulai mencari bahan baku dari tempat lain.
Dengan begitu, produksi industri di dalam negeri tidak langsung anjlok. Bila produksi tetap berjalan, maka ia percaya kemampuan pengembalian kredit dari debitur akan tetap baik dan tidak menyumbang NPL.
“Seluruh dunia melihat waktunya diversifikasi supply chain dan nasabah melihat itu. Ini peluang bagi pengusaha Indonesia,” tuturnya.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Sunarso mengklaim perusahaan terus memantau kualitas kredit debitur. Namun, ia masih optimistis bahwa NPL akan terjaga dan kebijakan pelonggaran kolektabilitas bisa menjaga penyaluran kredit bank.
“Jadi ini tidak terlalu shocking (mengagetkan), risk management (manajemen risiko) kami sigap dan siap,” imbuhnya. (cnn)
Discussion about this post