[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- BPJS Watch menyatakan upaya mengejar tunggakan iuranBPJS Kesehatan bisa dilakukan dengan menggunakan bantuan sejumlah lembaga layanan publik. Pernyataan tersebut mereka sampaikan terkait rencana BPJS Kesehatan yang bakal mengintensifkan upaya penagihan tunggakan iuran peserta mandiri.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengakui tugas untuk mengumpulkan iuran merupakan tanggung jawab BPJS Kesehatan. Tanggung jawab sudah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
“Tapi kalau memang peserta tidak mau membayar, ada aturan cara menagihnya sampai diberikan sanksi,” ujarnya.
Pelayanan publik tertentu dalam hal ini, kata Timboel, misalnya bisa dengan tidak memberi atau menahan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Aparat kepolisian kata Timboel hanya salah satu contoh dari lembaga layanan publik yang seharusnya turut membantu JKN. Lembaga lain yang bisa dimanfaatkan dalam penagihan tunggakan iuran adalah imigrasi maupun pemerintah daerah karena mereka yang bisa memberi hukuman administrasi.
“BPJS Kesehatan bisa tidak melakukan itu (memberi sanksi)? Nggak bisa. Dia hanya menyurati, menegur, menelpon. Tapi kalau tidak membayar, BPJS sudah melakukan tugasnya menyurati lembaga layanan publik,” tuturnya.
Masalah tunggakan iuran BPJS Kesehatan sebelumnya disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD DR H Abdul Moeloek di Bandar Lampung, mengatakan penyakit defisit keuangan yang selalu melanda BPJS Kesehatan terjadi akibat kesalahan pengelolaan dalam mengelola iuran peserta kelas mandiri.
Menurut Jokowi, peserta mandiri yang seharusnya membayar iuran per bulan, sering melalaikan kewajibannya. Karenanya, ia menegaskan pemerintah akan mengintensifkan penagihan iuran.
Timboel mengatakan walaupun disiplin membayar iuran rendah, angka utilitas PBPU dan PPBI (Peserta Penerima Bantuan Iuran) cukup timpang. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan per tahun 2014 sampai 2018, persentase utilitas PPBI hanya sekitar 2 persen untuk rawat inap dan 11 persen untuk rawat jalan.
Tapi di sisi lain, utilitas PBPU mencapai 11 persen untuk rawat inap dan 86 persen untuk rawat jalan. Ketimpangan utilitas tersebut katanya, terjadi akibat sejumlah faktor.
“PBPI tidak langsung dapat kartu. Coba PBPU daftar hari ini, bayar iuran 14 hari langsung dapat kartu. Bisa langsung dipakai. PBPI itu bisa dua sampai tiga bulan kemudian baru dapat kartu,” tutur Timboel.
Faktor lain, permasalahan transportasi PPBI. Sering, mereka berada di daerah terpencil.
Kondisi tersebut membuat mereka ketika dirujuk ke rumah sakit yang umumnya berada jauh dari tempat tinggal mereka harus menghentikan pengobatan mereka.
Mereka bisa mengakses informasi layanan BPJS Kesehatan karena kebanyakan di antara mereka sudah punya akses internet.
Dengan angka yang timpang tersebut, maka jika tunggakan dikejar oleh BPJS Kesehatan bersama lembaga layanan publik lainnya dapat dipastikan akan ada penurunan angka defisit pelaksana Program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut.
“Dinaikkan tinggi bukan berarti mereka jadi patuh bayar semua. Yang ada turun, tidak mau membayar. Kedua bisa turun kelas. Jadi kontra produktif,” tuturnya.
Discussion about this post