[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Rasio produksi minyak Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 9,7 tahun dan gas selama 7,8 tahun. Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan tengah berdiskusi untuk melakukan kegiatan eksplorasi guna menjaga produksi.
“Jika tidak ada penemuan lagi atau eksplorasi, maka usia produksi atau lifetime minyak kami tinggal 9,7 tahun lagi,” kata Nanang dalam RDPU bersama Komisi VII DPR.
Semenjak 2012, Pertamina EP telah mengalami penurunan produksi secara alamiah atau decline rate di atas 26%. Sementara pada 2015 hingga mencapai 34% saat harga minyak jatuh.
“Harga minyak awalnya US$ 100 per barel, lalu anjlok jadi US$ 30 per barel. Kami berupaya menahan penurunan ini,” kata Nanang.
Sepanjang tahun lalu lifting minyak Pertamina EP (PEP) hanya mencapai 82.194 barel per hari (BOPD) atau 96,7% dari target 85 ribu BOPD. Sedangkan gas realisasi hanya mencapai 749 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) atau 92,5% dari target 768 MMscfd.
Nanang menjelaskan tidak tercapainya target lifting gas di sepanjang tahun lalu disebabkan oleh rendahnya penyerapan. Ia mencontohkan penyerapan LNG spot di Lapangan Donggi Matindok yang berpengaruh terhadap produksi.
“Produksi kami turun dalam empat bulan terakhir dari Agustus jadi tinggal 30%. Pembeli menurunkan daya serapnya,” kata Nanang.
Selain itu, untuk mendongkrak produksi perusahaan Pertamina EP juga telah bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta Koperasi Unit Desa (KUD) dalam mengelola sumur tua. Tujuannya, untuk menambah produksi migas, meski begitu, tambahan produksi tidak banyak.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan lifting atau produksi siap jual minyak sebesar 743.000 barel per hari (bph) pada 2024. Capaian target ini ditetapkan dalam data pembangunan dan target rencana strategis Kementerian ESDM dalam periode 5 tahun mendatang.
“Kami akan memanfaatkan sumur-sumur (minyak) yang sudah lama ditinggalkan atau sumur tua untuk bisa diproduksi kembali dengan memanfaatkan teknologi-teknologi yang ada, seperti Enhanced Oil Recovery (EOR) atau biochemical surfactant,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya.
Program EOR, kata Arifin, diproyeksikan membutuhkan waktu lebih lama dan dilakukan secara bertahap dengan menyesuaikan karakter subsurface yang ada di Wilayah Kerja (WK) Migas. “Kami membutuhkan waktu cukup lama untuk mendapatkan sumber formula yang tepat tentang komposisi EOR ataupun biochemical,” kata Arifin.
Sesuai dengan proyeksi pemerintah, Lapangan Ande-Ande Lumut di Natuna dapat menjadi pendongkrak lifting minyak pada tahun 2023 sebesar 25 bpd. Terdapat pula dua sumber lain yang jadi andalan, yakni Indonesia Deepwater Development/IDD (23 bpd pada tahun 2024) dan Lapangan Abadi, Blok Masela (36 bpd pada tahun 2027).(msn)
Discussion about this post