[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id-Satuan Tugas (Satgas) Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Kelompok Kerja (Pokja) IV merampungkan 177 kasus dalam tiga tahun terakhir. Potensi investasi yang berhasil diselamatkan dari kasus-kasus tersebut mencapai Rp880 triliun.
Wakil Ketua Pokja IV sekaligus Deputi I Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan jumlah kasus tersebut setara dengan 50 persen dari total kasus yang ditangani Pokja IV, yakni sebanyak 354 kasus.
Dari jumlah itu, tercatat potensi Rp880 triliun dari investasi gagal atau investasi macet yang dilaporkan perusahaan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Ada juga kasus-kasus yang tak terkait investasi, seperti hukum. Itu tidak dihitung (investasi),” ujarnya.
Ia merinci, kasus-kasus yang berhasil diselesaikan, antara lain mencakup persoalan di sektor energi, pajak dan bea cukai, serta pariwisata. Kemudian, persoalan perbankan, perdagangan, perindustrian, pertanian dan lingkungan hidup dan kehutanan, tenaga kerja, serta transportasi.
Pokok-pokok yang dipersoalkan, meliputi regulasi, birokrasi, sengketa bisnis, perpajakan, perizinan, dan gangguan keamanan.
Dari kasus-kasus tersebut di atas, Purbaya menyebut kasus terberat berasal dari sektor energi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sektor energi, misalnya, timnya paling kewalahan saat menangani kasus tumpang tindih lahan pertambangan. Pasalnya, masing-masing pihak yang bersengketa berpatokan pada aturan sah.
Padahal, jika ditelusuri, sambung Purbaya, akar masalahnya terdapat pada regulasinya, sehingga menyebabkan tumpang tindih implementasi di lapangan.
“Yang paling berat ESDM dan sebagian yang berhubungan dengan BUMN, karena aturan tidak jelas dan kebijakan dari kementerian tidak clear (jelas),” ungkapnya.
Purbaya juga mengaku menemukan kasus tidak sinkron antara peraturan pusat dengan daerah. Bila ditemukan hal tersebut, maka Pokja II, yang menangani percepatan dan penuntasan regulasi kebijakan ekonomi akan mengambil alih. Bahkan, tidak menutup kemungkinan dilakukan revisi aturan untuk menyelesaikan kasus tersebut.
“Memang, dalam proses investasi kadang-kadang ada terjemahan aturan beda yang bisa hambat investasi,” tuturnya.
Saat ini, Pokja IV masih memiliki 147 kasus yang masih dalam proses. Sedangkan 21 kasus lainnya ditolak lantaran tidak memenuhi kriteria. Ia mengaku menemui beberapa kendala dalam penanganan kasus tersebut, misalnya prosesnya melibatkan banyak pihak sehingga memakan waktu.
“Macam-macam memang, ada yang perlu waktu lama, monitor, lalu ketemu lagi. Ada yang panjang karena memang prosesnya lama,” katanya.
Beberapa kasus yang masih dalam penanganan antara lain, permasalahan penerbitan perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 15 tahun 1995 yang dilaporkan PT BP Petrochemical Indonesia, termasuk permasalahan Forum Komunikasi Pemegang Polis Bancassurance atas tindakan ingkar janji PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Jumlah kasus sendiri terus bertambah lantaran beberapa kementerian melimpahkan kasus baru kepada Pokja IV. Saat ini, mayoritas kasus yang masuk ke Pokja berasal dari sektor perindustrian sebanyak 133 kasus atau setara 37,3 persen, energi 67 kasus setara 18,9 persen, pajak dan bea cukai 35 kasus setara 9,9 persen.
Kemudian, transportasi 34 kasus setara 9,6 persen, pertanian dan LHK 27 kasus setara 7,6 persen, perdagangan 24 kasus setara 6,8 persen, tenaga kerja 13 kasus setara 3,7 persen, perbankan 12 kasus setara 3,4 persen, dan pariwisata 10 kasus setara 2,18 persen. (cnn)
Discussion about this post