[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- Generasi Milenial merupakan pembeli (investor) terbesar di proses penjualan Sukuk Negara Tabungan (Sukuk Tabungan). Pada saat penjualan Sukuk Tabungan seri ST005 yang dilakukan di bulan Agustus 2019 yang lalu, tercatat ada 5.393 investor yang berasal dari generasi milenial
Angka tersebut mewakili 53,77% dari jumlah investor yang masuk dan merupakan porsi persentase tertinggi sepanjang penerbitan Sukuk Tabungan. Dari angka tersebut, ada 2.752 investor milenial baru.
Menurut publikasi yang berjudul “Profil Generasi Milenial Indonesia” yang dirilis oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), yang dapat diklasifikasikan sebagai generasi milenial adalah penduduk yang lahir di antara tahun 1980 sampai dengan tahun 2000.
Publikasi tersebut juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2017, jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 261,89 juta jiwa. Sekitar 34% diantaranya adalah milenial. Artinya, ada sekitar 89 juta jiwa penduduk yang merupakan milenial.
Yang menarik adalah, menurut data yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah investor di pasar modal Indonesia (yang diukur dengan kepemilikan Single Investor Identification – SID), sudah (baru) mencapai 2 juta investor.
Sebanyak 40% di antaranya, atau berarti 800 ribu investor adalah investor milenial. Fakta ini menunjukkan bahwa potensi generasi Milenial dalam mendukung penjualan Sukuk Tabungan masih sangat besar dan perannya masih dapat ditingkatkan lagi karena ada sekitar 89 juta jiwa penduduk generasi milenial tetapi baru 800 ribu jiwa yang menjadi investor pasar modal.
Pertanyaannya adalah bagaimana cara yang paling efektif untuk merealisasikan potensi yang sangat besar itu? Harus ada satu konsep penjualan/pemasaran yang efektif untuk meresponnya. Namun demikian, apapun bentuk konsepnya, konsep tersebut harus bersenyawa dengan dengan profil unik yang melekat di generasi Milenial.
Berdasarkan publikasi “Profil Generasi Milenial Indonesia” di atas, beberapa profil unik dari generasi milenial yang perlu diperhatikan adalah sebegai berikut.
Pertama, mereka tersebar di seluruh wilayah Indonesia, meskipun 50% masih tinggal di pulau Jawa (16,5 juta jiwa di Jawa barat, 12,3 juta jiwa di Jawa Timur dan 10,6 juta jiwa di Jawa Tengah).
Kedua, 34,27% berpendidikan SMA/sederajat dan 9,79% telah menamatkan pendidikan diploma/universitas.
Ketiga, 91,62% sudah memiliki telepon seluler, 56,42% telah mengakses internet. Keempat, 83,23% dari mereka mengakses internet untuk mengakses media sosial/jaringan sosial, 68% untuk mendapatkan informasi atau berita dan 46,81% untuk mengakses konten-konten hiburan.
Kelima, 54,79% dari mereka bekerja di sektor formal, 52,70% memiliki status pekerjaan utama sebagai buruh/karyawan/pegawai dan hanya 24,33% yang berwirausaha.
Selain itu, di era digital seperti saat ini, teknik penjualan/pemasaran yang biasa-biasa saja tidak akan efektif. Harus ditemukan/digunakan teknik penjualan/pemasaran yang luar biasa, yang sifatnya disruptif.
Di dalam buku “Disruptive Selling” yang ditulis oleh Patrick Maes, yang dimaksud dengan disruptive selling adalah suatu proses penjualan yang dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh sumber daya teknologi yang dimiliki, untuk dapat secara efektif merespon kebutuhan dari calon nasabah.
Menurutnya, calon nasabah modern saat ini, juga mencari nilai tambah dari produk/jasa yang dibelinya dan ingin merasakan sensasi proses melakukan pembelian. Jadi, proses penjualan yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya sekedar mencari produk/jasa yang sesuai untuk calon nasabah
Mereka ingin ambil bagian yang signifikan, mulai dari saat mereka mencari informasi tentang produk/jasa yang mereka inginkan, proses melakukan pembeliannya dan proses selama menggunakan produk/jasa tersebut. Mereka akan “memimpin” seluruh proses tersebut dan dengan senang hati melakukannya, sehingga akan terus mempertahankannya.
Sederhananya, saat ini bukan hanya masalah jual beli produk/jasa saja. Para calon nasabah itu juga sangat memperhatikan bagaimana proses produk/jasa tersebut diberikan/ disampaikan oleh perusahaan, bagaimana jika terjadi masalah, masalah itu akan didiskusikan dan diselesaikan, bagaimana komunikasi dilakukan dengan penjual dan bagaimana komunikasi dengan nasabah lain dilakukan.
Proses penjualan seperti ini, disebut dengan istilah “Selping”, yang merupakan kependekan dari istilah Selling and Helping yang merupakan kombinasi dari konsep Menginspirasi, Mengesankan dan Memuaskan (Inspiring, Enchanting, Sustaining).
Semoga bermanfaat. (cnbcindonesia)
Discussion about this post