[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Baca Artikel”]
KeuanganNegara.id- Kementerian Keuangan menjelaskan alasan pembatalan penerbitan surat utang khusus bertajuk Pandemic Bond yang sebelumnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dana khusus penanganan dampak pandemi virus corona (covid-19) di Indonesia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Luky Alfirman menuturkan saat ini pemerintah masih akan memanfaatkan skema pembiayaan above the line. Lewat skema ini, Bank Indonesia (BI) akan membeli Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di pasar perdana untuk pembiayaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
“Tadi yang sudah disepakati above the line, kami tidak menerbitkan khusus, mau namanya Pandemic Bond atau apapun namanya untuk membiayai above the lineini,” ujarnya melalui video conference.
Akan tetapi, peranan bank sentral merupakan the last resort (pilihan terakhir) seperti yang diatur dalam pasal 16 Perppu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Jika bank sentral nantinya mengeksekusi pembelian SUN dan SBSN, maka yang ditawarkan adalah seri surat utang yang sudah ada, bukannya melalui penerbitan seri baru.
“BI boleh masuk ke pasar perdana dalam bentuk last resort, tapi kami bicara tentang seri lelang yang ada, bukan seri khusus atau Pandemic Bond tadi,” katanya.
Sejalan dengan itu, pemerintah masih mempersiapkan skema penerbitan surat utang untuk tujuan tertentu, seperti pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi atau below the line. Dalam hal ini, pemerintah masih membahas skemanya dengan bank sentral, baik melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), investasi, penempatan dana pemerintah, maupun penjaminan. Harapannya, pemerintah dapat merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pada pekan depan.
“Below the line untuk pemulihan ekonomi nasional itu kami sedang pikirkan di-work out, nanti kami sampaikan setelah ada hasilnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani merinci kebutuhan utang Rp1.439,8 triliun untuk membiayai penanganan pandemi virus corona. Menurut dia, utang didominasi oleh penerbitan SBN sebesar Rp1.289,3 triliun ditambah penarikan pinjaman Rp150,5 triliun.
Sekitar Rp856,8 triliun akan dipenuhi dari lelang utang di pasar domestik dan luar negeri, penerbitan SBN ritel, private placement, serta penerbitan surat utang berdenominasi rupiah dan valuta asing.
“Terdiri dari SBN valas Rp132 triliun, SBN ritel diperkirakan Rp60 triliun, private placement Rp10 triliun, sisanya dari lelang SBN dua mingguan dan SUN konvensional serta sukuk,” kata Ani, panggilan akrabnya belum lama ini.(cnn)
Discussion about this post