KeuanganNegara.id- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mengklaim kualitas kredit Duniatex Group turun pada Agustus 2019. Alhasil, tingkat kolektabilitas kredit Duniatex yang sebelumnya masih kol 1 naik menjadi kol 2.
“Iya pada Agustus 2019 ini kreditnya mungkin menjadi kol 2,” ungkap Direktur Tresuri dan Internasional BNI Bob Tyasika Ananta, Jumat (30/8).
Bon menyatakan total kredit yang dikucurkan untuk Duniatex Group sebesar Rp500 miliar. Jumlahnya disebut-sebut lebih kecil dibandingkan dengan kredit korporasi lainnya. Sebelumnya, status kredit Duniatex masih call 1 lantaran perusahaan tekstil itu masih membayar cicilan utangnya hingga Juli 2019. “Pembayaran Duniatex sampai Juli 2019 masih bayar,” jelasnya.
Diketahui, anak usaha Duniatex, yakni PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) sedang didera kesulitan likuiditas. Lembaga pemeringkat Standard and Poor (S&P) menurunkan peringkat obligasi global DMDT dari sebelumnya BB- menjadi CCC- melalui riset yang dirilis pada 16 Juli 2019 lalu.
Peringkat ini mengindikasikan bahwa perusahaan sangat rentan dan tidak bisa menjalankan komitmen keuangannya. Tak hanya DMDT, anak usaha Duniatex lainnya, yaitu PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST) juga mengalami gagal bayar bunga surat utang sebesar US$11 juta dari total yang diterbitkan sebesar US$260 juta.
Ekonom Indef Faisal Basri mengisyaratkan kondisi kelompok usaha Duniatex merupakan cerminan dari industri tekstil nasional yang tengah babak belur. Disebut babak belur karena dukungan pemerintah yang kurang, terlihat dari regulasi yang menghujani industri tekstil.
Dibandingkan negara-negara lain, regulasi di industri tekstil nasional termasuk yang paling banyak dan paling ketat. Tidak kurang dari 70 regulasi membatasi ruang gerak industri tekstil nasional. “Wajar, mereka (pelaku industri) ngos-ngosan,” terang Faisal.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat tak menampik bahwa pemerintah belum sepenuhnya mendukung perkembangan industri tekstil nasional. Salah satu indikatornya, yakni nilai bea impor untuk produk bahan baku tekstil tidak merata.
“Iya pada Agustus 2019 ini kreditnya mungkin menjadi kol 2,” ungkap Direktur Tresuri dan Internasional BNI Bob Tyasika Ananta, Jumat (30/8).
Bon menyatakan total kredit yang dikucurkan untuk Duniatex Group sebesar Rp500 miliar. Jumlahnya disebut-sebut lebih kecil dibandingkan dengan kredit korporasi lainnya.
Sebelumnya, status kredit Duniatex masih call 1 lantaran perusahaan tekstil itu masih membayar cicilan utangnya hingga Juli 2019. “Pembayaran Duniatex sampai Juli 2019 masih bayar,” jelasnya.
Diketahui, anak usaha Duniatex, yakni PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) sedang didera kesulitan likuiditas. Lembaga pemeringkat Standard and Poor (S&P) menurunkan peringkat obligasi global DMDT dari sebelumnya BB- menjadi CCC- melalui riset yang dirilis pada 16 Juli 2019 lalu.
Peringkat ini mengindikasikan bahwa perusahaan sangat rentan dan tidak bisa menjalankan komitmen keuangannya. Tak hanya DMDT, anak usaha Duniatex lainnya, yaitu PT Delta Dunia Sandang Tekstil (DDST) juga mengalami gagal bayar bunga surat utang sebesar US$11 juta dari total yang diterbitkan sebesar US$260 juta.
Sebelumnya, Ekonom Indef Faisal Basri mengisyaratkan kondisi kelompok usaha Duniatex merupakan cerminan dari industri tekstil nasional yang tengah babak belur. Disebut babak belur karena dukungan pemerintah yang kurang, terlihat dari regulasi yang menghujani industri tekstil.
Dibandingkan negara-negara lain, regulasi di industri tekstil nasional termasuk yang paling banyak dan paling ketat. Tidak kurang dari 70 regulasi membatasi ruang gerak industri tekstil nasional. “Wajar, mereka (pelaku industri) ngos-ngosan,” terang Faisal.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat tak menampik bahwa pemerintah belum sepenuhnya mendukung perkembangan industri tekstil nasional. Salah satu indikatornya, yakni nilai bea impor untuk produk bahan baku tekstil tidak merata. (cnn)
Discussion about this post